Kasus pembunuhan balita berusia 4 tahun, Fahri
Husaini yang menjadi heboh karena juga disemen menjadi hal yang membuat
kita kembali berpikir, betapa orang bisa melakukan perbuatan setega itu
kepada anak yang masih kecil. Balas dendam menjadi latar belakang pelaku
S untuk menghabisi nyawa anaknya. Kabar berita mengatakan pelaku merasa
kesal karena diolok-olok orang tua korban dan akhirnya melakukan
tindakan tersebut kepada anaknya.
Pembunuhan pada anak kecil oleh orang dewasa sering
sulit diterima oleh kita karena posisi lemah si anak apalagi balita
membuat kita berpikir betapa teganya orang yang melakukan perbuatan ini.
Sebagai psikiater saya juga sering ditanyakan mengapa hal-hal seperti
ini bisa terjadi. Apakah pelaku mengalami gangguan jiwa sampai berbuat
setega itu?
Tentunya jika berbicara gangguan jiwa kita harus
mengerti dulu masalah yang berhubungan dengan kasus seperti yang dialami
balita di atas. Adanya niat dari pelaku yang jelas dan perilaku ingin
menyembunyikan perbuatannya dari orang lain sebenarnya bisa menjadi
pertanda bahwa perbuatan ini dilakukan dengan kesadaran walaupun mungkin
dipengaruhi oleh situasi yang mendukung.
Adanya kesadaran akan konsekuensi perbuatannya
sendiri bisa membuat kita sedikit meyakini bahwa pelaku mengerti bahwa
perbuatannya salah. Jadi secara umum perbuatan ini masih bisa
dipertanggungjawabkan oleh si pelaku dalam kapasitasnya sebagai individu
yang bisa dikenai jerat hukuman.
Pertanyaan kemudian berkembang mengapa sampai
disemen dan dijadikan mirip patung. Apakah ini adalah suatu masalah
gangguan kejiwaan? Pertanyaan ini juga ditanyakan oleh beberapa rekan
termasuk juga sejawat dokter kepada saya. Perbuatan melanggar hukum
memang kebanyakan dilakukan oleh orang yang mengalami gangguan
kepribadian antisosial atau yang dikenal umum sebagai perilaku
psikopatik. Namun demikian tidak semua orang yang bermasalah dengan
hukum adalah orang yang mengalami gangguan kepribadian antisosial.
Pemeriksaan lebih lanjut kepada pelaku tentang
mengapa korban sampai disemen akan menentukan alasan perbuatan yang
dianggap oleh kita sebagai sesuatu yang diluar kewajaran. Jika alasannya
adalah untuk menutupi jejak maka sebenarnya hal tersebut adalah hal
yang bisa umum terjadi pada pelaku pembunuhan. Mungkin saja dia belajar
dari beberapa film asing yang pernah diputar di televisi tentang cara
perbuatannya tersebut. Kita tahu kadang film menjadi sumber inspirasi
sehingga seharusnya ditonton secara bijaksana.
Hal ini berarti tidak ada masalah gangguan
penilaian realita dalam diri pelaku. Lain jika alasan dari pelaku untuk
melakukan hal tersebut karena sesuatu yang bisa dikategorikan adanya
gangguan penilaian realita. Misalnya pelaku mengatakan adanya
suara-suara halusinasi yang menyuruhnya. Tentunya jika pun mengalami
gangguan kejiwaan, diagnosis yang pasti harus dilakukan oleh seorang
psikiater forensik.
Jadi sebenarnya jangan buru-buru kita mengkaitkan
bahwa apa yang dilakukan oleh pelaku sebagai masalah gangguan kejiwaan.
Pemeriksaan yang lengkap dan benar tentang niat dan alasan di belakang
perbuatannya bisa menjadi dasar untuk memproses perbuatan ini lebih
lanjut tanpa perlu repot-repot mengkaitkannya dengan gangguan kejiwaan.
Semoga bermanfaat. Salam Sehat Jiwa
0 comments:
Post a Comment