Saturday, March 9, 2013

Cara Mencegah dan Menanggulangi Tawuran


Cara mencegah dan menanggulangi tawuran adalah tema kontes unggulan di Blogcamp kali ini. Rasanya tidak afdol kalo saya harus melewatkan kontes menulis yang digelar pak dhe cholik kali ini. Ada candu dan rindu yang selalu menyapa untuk selalu mengikuti hajatan yang digelar beliau. Bismillah, dengan keterbatasan waktu dan di hari terakhir pendaftaran saya mencoba untuk ikut urun saran dan opini yang kiranya mungkin bisa membuka mata hati dan jadi bahan renungan untuk kita agar kelak generasi anak anak kami terhindar dari yang namanya tawuran.
Hampir setiap hari  sejak kurang lebih satu bulan terakhir berita televisi nasional  marak memberitakan tentang tawuran. Bukan hanya tawuran antar pelajar tingkat SMA atau tawuran antar mahasiswa, namun ada juga tawuran antar warga. Sungguh miris dan memprihatinkan betapa tawuran kini rasanya marak terjadi. Berbagai faktor penyebab tawuran terjadi yang kadang berlandaskan alasan yang kadang sifatnya sepele  yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan jalan damai dan musyawarah namun mereka lebih mengedapankan emosi yang berakibat sungguh fatal, seperti terjadinya banyak korban tewas atau luka luka.
Seperti tawuran antar pelajar SMA yang terjadi di Jakarta beberapa minggu yang lalu yang mengakibatkan tewasnya salah satu pelajar. Begitu gencarnya media menyorot kasus tawuran ini kemarin sampai kemudian saya melihat dalam satu tayangan berita televisi betapa ayah korban yang sangat berduka dan bersedih menangis tersedu dan masih dengan berkata kata seakan tidak terima dengan takdir yang telah terjadi. Saya ikut merasakan duka cita  dan berempati untuk orangtua siswa yang meninggal akibat tawuran itu. Betapa sedihnya putra semata wayangnya yang diharapkan kelak menjadi anak yang membanggakan dan dapat meneruskan pendidikan lebih tinggi untuk menggapai cita citanya akhirnya harus tewas ditangan sesama pelajar yang melakukan tindakan tidak bermoral akibat emosi yang tidak terkendali. Menurut data yang tertulis dalam sebuah artikel di harian tempo online kurang lebih 16 siswa atau pelajar tewas akibat  tawuran yang terjadi sepanjang tahun 2012.
Kemudian saya flashback ingatan ke jaman masa Sekolah SMA beberapa tahun lalu. Saya tinggal dikota kabupaten kecil yang mempunyai beberapa  SMA  dan SMK baik itu Negeri maupun Swasta. Dalam ingatan saya pada masa itu  rasanya tidak pernah saya dengar terjadi tawuran antar pelajar SMA maupun SMK dikota saya. Saya hanya teringat perang terjadi tidak dalam arti perang fisik atau tawuran melainkan perang yang sifatnya kompetisi atau perlombaan sekolah,seperti perlombaan olahraga seperti bola volly, bola basket, gerak jalan, lomba paduan suara, lomba bidang study, dan berbagai macam kegiatan dan perlombaan lainnya. Persaingan antar sekolah terjadi lebih kepada hasil atau prestasi yang diperoleh sekolah. Sedangkan individu per invidividu siswa atau pelajarnya saat itu hampir tidak pernah saya mendengar terjadi perkelahian massal atau tawuran seperti yang saat ini marak terjadi di daerah ibukota jakarta.
Satu kasus tawuran pelajar dijakarta kemarin belum tuntas, muncul lagi berita di ujung belahan indonesia lainnya berita tentang perkelahian atau tawuran antar mahasiswa di Makkasar yang dipicu oleh pertikaian pribadi yang berujung pertikaian atau tawuran antar fakultas. Kemudian muncul lagi berita pagi ini tentang tawuran antar warga yang terjadi di Papua Irian jaya yang dipicu oleh kemarahan salah satu kelompok warga yang  salah satu warganya dihamili oleh salah satu warga kelompok lainnya. Dan ketika dimintakan tanggung jawab malah mengelak,inilah yang memicu terjadinya tawuran antar warga pada akhirnya. Miris memang kalo melihat alasan alasan yang pada dasarnya bisa dimusyawarahkan untuk mencari mufakat harus berujung dengan tawuran. Tidak sadarkah mereka bahwa akibat dari tindakan tawuran seperti ini banyak pihak dirugikan baik harta benda bahkan nyawa ikut terancam. Persoalan emosi kadang memang membutakan akal sehat, sesal kemudian itulah yang didapat dari buah menuruti kata hati dan emosi.
Melihat gejala sosial soal tawuran yang semakin marak terjadi diberbagai kalangan ini, saya jadi penasaran tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan tawuran itu sendiri? Dan kenapa tawuran terjadi? Lalu bagaimana cara mencegah dan menanggulangi tawuran ini?  Rasanya dari waktu ke waktu tawuran ini selalu saja terjadi dan berulang, seakan seperti lingkaran setan yang tidak akan pernah ada habis dan matinya. Mengapa demikian, tidakkah tawuran bisa dicegah dan ditanggulangi? Bagaimana caranya? sebagai warga negara yang baik dan juga sebagai seorang ibu dari calon generasi bangsa, saya ingin memberikan catatan tentang ini tentunya sebagai pengingat dan jadi bekal saya kelak untuk membimbing anak anak saya agar kelak dijauhkan dari yang namanya tawuran.
Tawuran menurut yang saya baca artinya dari sumber wikipedia, Merupakan penyimpangan sosial berupa perkelahian.Tawuran adalah istilah yang sering digunakan masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar sebagai perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Sebab tawuran ada beragam, mulai dari hal sepele sampai hal-hal serius yang menjurus pada tindakan bentrok.
Sebelum membahas cara menanggulangi dan mencegah tawuran, rasanya saya ingin mengulang kembali yang biasanya menjadi akar permasalahan atau faktor pemicu terjadinya tawuran ini. Kenapa hal ini perlu diungkapkan terlebih dahulu?. Kalo kita tahu akar permasalahan dan pemicunya tentunya kita bisa mencoba mencari cara untuk mencegah dan menanggulanginya. Yang menjadi faktor pemicu terjadinya tawuran banyak sekali, sering kali seperti yang saya ungkapkan pada awal-awal tulisan bahwa seringkali hal sepele atau masalah pribadi, namun ini bisa dijadikan alasan terjadi tawuran. Terciptanya rasa solidaritas dan rasa kesetiakawanan  sering dijadikan alasan mereka untuk melakukan tawuran dikarenakan ingin membela kawan yang merasa harga dirinya telah diinjak oleh pihak lawan. Selain itu terciptanya kelompok sosial diantara para remaja atau sering disebut “genk” juga sering kali akhirnya menimbulkan  tawuran, merasa genk sekolahnya atau genk-nya paling unggul dan paling hebat serta disegani mereka lalu membuktikannya dengan melakukan tawuran terhadap genk yang lainnya baik itu antar sekolah maupun dalam satu institusi sekolah. Sedangkan dalam  kalangan perguruan tinggi sering kali terjadi tawuran antar universitas bahkan banyak pula terjadi tawuran antar fakultas dalam almamater yang sama.  Lalu dalam masyarakat umum? Hal ini juga tidak kalah sering terjadi dalam masyarakat kita, seperti tawuran yang terjadi antara pamong praja atau petugas dengan pedagang asongan atau pedagang atau juga masyarakat disuatu tempat yang sedang terjadi penggusuran. Rasanya hampir setiap hari melihat tayangan tentang macam macam model tawuran ini terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia.
Lalu siapakah yang harus bertanggung jawab dan menjadi sasaran yang patut untuk disalahkan? Apakah pemerintah atau instansi terkait beserta para aparat yang berwajib harus kita persalahkan dan memikul  beban ini sendirian? Ataukah  kalo memang yang menjadi pelaku tawuran ini adalah pelajar atau mahasiswa apakah mereka yang patut kita hujat dan persalahakan karena moral mereka yang sudah sangat jauh menyimpang dari etika dan norma sosial bahkan norma hukum? Ataukah lingkungan baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, atau kemudian yang lebih luas lingkungan masyarakat dimana kita tinggal berkomunitas dan berinteraksi ini yang menjadi penyebab baik buruknya kualitas moral yang dihasilkan dari masing masing individu ini yang patut kita persalahkan?. Apakah kita juga akan menyalahkan  kompleksitas kehidupan yang telah terjadi saat ini,perkembangan jaman sudah berubah begitu cepat. Teknologi yang semakin canggih dan munculnya “social networking”  sehingga memicu keegoisan dan menurunnya nilai nilai moral individu dalam masyarakat sehingga lebih mengedapankan emosi daripada berpikir secara jernih dengan  akal sehat. Akan menjadi sangat tidak adil dan tidak akan pernah ada  habisnya kalo kita memperdebatkan siapa yang paling bertanggung jawab dari penyebab tawuran ini.
Mungkin saya harus merenung dan berpikir lama, apa kiranya yang bisa saya lakukan untuk memberikan sumbangan ide atau saran cara untuk menanggulangi dan mencegah tawuran ini. Saya bukan pakar atau ahli sosiologi yang bisa mengamati dan memberikan teori-teori berdasarkan penelitian yang mereka lakukan. Saya  hanya seorang ibu yang juga bekerja, namun setidaknya saya juga pernah mengalami masa sekolah, saya akan berusaha memberikan ide yang mungkin sederhana namun bisa kita jalankan dan juga itu berusaha saya jalankan dalam kehidupan sehari hari. Saya juga ingin menyiapkan anak saya yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa ini, saya ingin anak-anak saya mempunyai kepribadian  baik dan kuat sehingga bisa melindungi dirinya dari arus pergaulan lingkungan yang tidak pada semestinya dan dikemudian hari bisa melakukan tawuran.
Hal-hal atau cara apa saja yang kiranya bisa dikukan untuk mencegah dan menanggulangi tawuran menurut saya;
Dimulai dari  kelompok lingkungan yang paling kecil yaitu Diri sendiri dan keluarga. Apa kiranya yang harus kita lakukan dalam keluarga  yang kiranya ikut memberikan kontribusi untuk mencegah dan menanggulangi tawuran? Saya sangat setuju dengan Quote dari ayah edi dan juga penggagas  gerakan yang sedang digalakkan beliau tentang “Indonesian Strong from Home” “Indonesia pada hakikatnya merupakan kumpulan dari keluarga-keluarga yang tersebar dilebih dari 12.000 pulau yang ada di Nusantara. “Apabila keluarga-keluarga ini kuat, maka Indonesia akan menjadi Bangsa dan Negara yang Kuat dgn sendirinya tanpa perlu konsep yg berbelit-belit dan biaya yang membebani negara.” .
Kenapa faktor Keluarga sangat penting? Ulasan dibawah ini kiranya akan menjawab kurang lebihnya kenapa keluarga menjadi sangat penting sebagai landasan atau dasar  untuk  membentuk  kepribadian yang baik.
  1. Berikan perhatian yang cukup untuk anak-anak dan anggota keluarga kita. Luangkan banyak waktu  untuk memberikan perhatian kepada anak-anak kita, untuk sekedar berbagi, menjadi teman dan sahabat anak-anak kita untuk berdiskusi dan juga memecahkan masalah-masalah yang sedang mereka hadapi saat ini. Jangan bersikap acuh tak acuh, karena kemungkinan bisa menyebabkan anak anak kita mencari pelarian dalam komunitas lingkungan yang lainnya yang lebih membuat mereka nyaman, namun pada akhirnya akan memunculkan hal-hal yang tidak diingingkan seperti terjerumus kedalam lingkungan pergaulan yang mengarah pada hal yang negatif seperti penggunaan obat-obat terlarang, genk-genk-an yang pada akhirnya berbuntut tawuran.
  2. Membangun kepercayaan dan juga mejalin komunikasi yang hangat dan penuh kasih sayang dengan anak-anak kita. Dengan komunikasi yang terjalin baik kita akan mudah memberikan nasehat-nasehat dan wejangan tentang hal kebaikan, norma agama atau norma sosial kepada anak anak kita. Mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Dengan komunikasi yang hangat dan penuh kasih sayang serta perhatian tentunya akan lebih mudah kita lakukan dan anak akan muncul kesadaran otonom atau tanpa paksaan dalam melakukan sesuatu. Berbeda kalo komunikasi yang kita jalankan dalam keluarga bersifat otoriter tentunya anak akan semakin memberontak.
  3. Berikan contoh dan yang baik  untuk anak anak kita. Karena anak adalah peniru ulung, sejak dini kita harus berupaya memberikan contoh dan tauladan yang baik untuk anak-anak kita.  Bagaimana kita mengingikan anak kita menjauhi hal hal yang berbau kekerasan, kalo misalnya kita sendiri orangtuanya memberikan contoh yang tidak baik setiap harinya seperti bertengkar didepan anak sambil berteriak teriak bahkan dengan melakukan KDRT. Mereka akan meniru dan mencontoh dari apa yang kita lakukan didepan mereka.
  4. Bijak dalam memberikan fasilitas  dirumah, misalnya dengan mengontrol dan mendampingi anak ketika bermain game atau menonton televisi. Bijak memilihkan tontonan atau game yang baik sesuai usia mereka dan juga menghindarkan anak-anak kita dari game game yang memicu kekerasan dan sifat agresifitas. bahwa film yang bertemakan kekerasan bisa jadi pemicu atau menginspirasi anak anak untuk meniru dan berbuat kekerasan.
  5. Siapkan mental dan kepribadian yang baik dan kuat untuk anak anak kita dengan bekal pengetahuan agama yang cukup sejak dini. Seperti point yang ke 3 yang saya utarakan, berikan contoh anak anak kita tentang perilaku-perilaku yang sesuai norma norma agama. Berikan bekal pengetahuan agama dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari hari, supaya anak-anak kita menjadi taat dan patuh dengan ajaran agama. Ketika anak telah beranjak dewasa tidak mungkin kita akan bisa mengawasinya selama 24 jam non stop semua aktifitasnya misalnya selama dilingkungan sekolahnya bagaimana, bergaul dengan siapa saja, di lingkungan les nya bagaimana? siapa saja teman bergaulnya, setidaknya gambaran detail kadang mungkin tidak bisa kita dapatkan. Nah dengan kesadaran otonom dengan bekal pengetahuan agama dan norma yang telah diperolehnya melalui keluarga diharapkan akan membentuk kesadaran otonom atau kesadaran dalam dirinya ketika akan melakukan hal-hal atau perilaku yang menyimpang dari norma agama atau norma sosial. Mungkin dengan kata gampangnnya adalah “Takut akan Tuhan”, sehingga  yang kita lakukan akan  berusaha sesuai dengan norma agama dan sosial yang berlaku.
Mungkin kesannya sangat teoritis sekali apa yang telah saya uraikan diatas, tapi saya yakin tidak ada hal yang mustahil, selama kita berusaha untuk mewujudkannya. Semoga kita bisa menjadikan keluarga dan anak anak kita dengan karakter dan kepribadian yang baik. Kasih sayang dan perhatian kita kepada keluarga dan anak anak  akan memberikan rasa nyaman dalam hubungan antar keluarga.  Saya juga masih berusaha dan belajar untuk mewujudkan seperti apa yang telah saya tuliskan diatas. Peran kita sebagai orangtua sedikit banyak ikut andil besar sebagai jalan atau cara untuk mencegah dan mengatasi tawuran. Saya kemudian jadi ingat sebuah catatan, Dorothy Law Nolte yang pernah saya posting, tentang  sebuah catatan  karakteristik anak-anak yang dibesarkan sesuai dengan lingkungannya.
Bila seorang anak hidup dengan kritik,
Ia belajar untuk menyalahkan.
Bila seorang anak hidup dengan rasa benci,
Ia belajar bagaimana berkelahi.
Bila seorang anak hidup dengan ejekan,
Ia belajar menjadi pemalu.
Bila seorang anak hidup dengan rasa malu,
Ia belajar merasa bersalah.
Bila seorang anak hidup dengan toleransi,
Ia belajar menjadi sabar.
Bila seorang anak hidup dengan semangat,
Ia belajar kepercayaan diri.
Bila seorang anak hidup dengan pujian,
Ia belajar untuk menghargai.
Bila seorang anak hidup dengan rasa adil,
Ia belajar tentang keadilan.
Bila seorang hidup dengan rasa aman,
Ia belajar memiliki iman.
Bila seorang anak hidup dengan persetujuan,
Ia belajar menyukai dirinya sendiri.
Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan,
Ia belajar mencari cinta dalam dunia.
-o0o-
Kemudian pertanyaan berikutnya, adalah apakah dengan hanya memperkuat fondasi kepribadian dari komunitas keluarga saja?. Tentu saja tidak, ada faktor lainnya yang harus juga kita perhatikan diluar keluarga.
Beranjak dari Lingkungan Keluarga, ada Lingkungan sekolah dan lingkungan Masyarakat yang lebih luas untuk anak anak kita kelak berinteraksi dan bersosialiasi.Dari lingkungan sekolah inilah  anak anak kita banyak menghabiskan waktu sehari-harinya.  Sudah menjadi kodrat yang namanya orangtua pasti menginginkan anak anak kita kelak bersekolah ditempat yang nyaman, mempunyai fasilitas yang bagus dan lengkap, serta prestasi atau nama besar sekolah yang membanggakan. Namun kiranya kita juga lebih  teliti dan  lebih detail tidak hanya melihat prestasi dan prestise sekolah secara lahir saja melainkan juga melihatnya dari banyak aspek yang tentunya disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan anak kita.  Hal ini tentunya juga untuk mengantisipasi agar anak anak kita tidak terjerumus dalam pergaulan  negatif dilingkungan sekolah.
Kemudian Pemerintah dan  sekolah sebagai pihak penyelenggara pendidikan hendaknya juga menciptakan  dan kurikulum yang berbasis tidak hanya pada prestasi akademis saja melainkan juga berbasis pada budi pekerti dan agama.  Menurut yang pernah saya baca  dalam sebuah artikel disebuah koran online, Kurikulum pendidikan semakin hari semakin  yang berat  diterapkan oleh Diknas dan sekolah di sinyalir menjadi salah satu pemicu terjadinya tawuran antar pelajar.  Sehingga kemudian memunculkan ide untuk memperpanjang jam sekolah siswa. Diperpanjang dengan catatan untuk  kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan agama untuk menarik minat siswa dan mengurangi waktu luang yang sering digunakan siswa untuk hal hal yang melanggar peraturan kumpul kumpul dengan kelompok atau genk yang pada akhirnya memunculkan tawuran seperti yang sudah sudah terjadi. Namun menurut saya bukankah ini malah akan menambah masalah baru?.  Semoga Pemerintah melalui  Departemen pendidikan  mampu mencari formula yang tepat untuk kurikulum pendidikan nasional sehingga tidak membebani siswa dengan beban berat secara mental/psikologis serta fisik, namun mampu  membawa wajah baru pendidikan nasional Indonesia yang lebih bagus dan penuh prestasi. Sehingga tidak lagi terjadi tawuran antar pelajar seperti sekarang marak.
Pelajaran-pelajaran yang berbasis budi pekerti seperti pelajaran Agama, kemudian pelajaran PPKN (jaman dahulu kurikulum lama menyebutnya dengan PMP)setelah  kurikulum baru semoga bisa dimengerti oleh siswa dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.  Bimbingan konseling atau BK dulu kalo saya tidak salah ingat, dimana yang pada kenyataannya dulu sangat amat tidak disukai murid karena dianggap menjemukan, seharusnya lebih diaktifkan lagi dan didalalmnya guru harus selalu update dan berperan untuk menjadi tempat curhat murid-murid atau siswa siswa untuk suatu masalah. Hilangkan stigma atau pandangan bahwa murid yang ditangani guru BK atau BP adalah murid yang bermasalah saja. Hal hal seperti pelabelan seperti inilah harus dihapuskan juga.
Memperbanyak kegiatan kegiatan yang positif seperti kompetisi olahraga untuk memupuk jiwa sportifitas, kompetisi kesenian untuk menyalurkan bakat dan minat anak didik juga bisa dilaksanakan agar waktu luang mereka terisi dengan hal-hal yang positif.  Acara-acara seperti “team building”  atau ” Student engagement” dan semacamnya atau  acara acara yang penuh motivasi perlu juga dilaksanakan. Tentunya dengan format dan segala sesuatunya disesuaikan dengan kemampuan siswa dan anak didik serta dengan pengawasan dari pihak sekolah dan instansi yang terkait. Yang pada intinya memfasilitasi dan menjembatani kreatifitas anak supaya lebih berkembang dan tidak merasakan adanya kekangan yang keterlaluan dan berakibat dengan perilaku menyimpang dari para siswa. Karena menurut teori psikologi bahwa masa masa pubertas remaja seperti masa SMA itu adalah masa yang rawan dan penuh gejolak rasa keingin tahuan dan juga mudah dipengaruhi.
Selain itu sekolah juga harus berperan serta aktif untuk mengawasi kegiatan kegiatan yang melibatkan nama sekolah dan siswa didalamnya. Bagaimana mungkin kita bisa menghapuskan kekerasan di sekolah jika pada awal masa orientasi masuk sekolah saja siswa baru sudah di pertontonkan dan merasakan adanya kekerasan fisik dan mental dari kakak-kakak kelasnya. Saya bukan yang anti terhadap MOS atau masa orientasi sekolah, akan tetapi setidaknya dalam konsep dan pelaksanaannya haruslah dijauhkan dari hal hal yang memicu dan mengakibatkan kekerasan. Disinilah peran aktif guru dan pihak sekolah, pengurus OSIS, POMG (persatuan orangtua/walimurid) dan juga partisipasi siswa diperlukan untuk mengontrol dan menjadi polisi bagi lingkungan mereka sendiri. Penyimpangan yang terjadi hendaknya cepat diantisipasi dan mendapatkan sanksi tegas dari pihak sekolah tanpa diskriminasi sehingga tidak menimbulkan ambigu dan memberikan kesempatan untuk berani berbuat yang melanggar peraturan sekolah. Begitu juga dengan tingkat Universitas, sanksi tegas dari universitas  harus diberikan kepada pada mahasiswa yang jelas jelas melakukan tindakan yang menjadi pemicu kekerasan atau tawuran. Karena dengan ketegasan hukuman mungkin bisa jadi menjadikan efek jera bagi pelaku tawuran. Begitu juga pemerintah atau Departemen pendidikan harus memberikan sanksi tegas kepada sekolah yang murid muridnya seringkali melakukan tindakan tawuran dengan penurunan akreditasi, seperti yang sering diwacanakan akhir akhir ini oleh banyak LSM.
Lalu pemerintah dan Lembaga terkait atau instansi yang berwenang seperti misalnya Pemerintah daerah dan juga kepolisian? Hendaknya juga memberikan contoh yang baik untuk rakyat atau warganya.  Pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas untuk pelanggar hukum  seperti dalam hal ini kasus tawuran agar menimbulkan efek jera dan tentunya setelah itu  tidak hanya yang sifatnya hukuman tetapi juga pembinaan kepada para pelanggar  hukum dalam kasus tawuran seperti ini. Tawuran adalah perbuatan penyimpangan perilaku sosial yang bisa kita tanggulangi. Berbagai permasalahan sosial yang kompleks dalam masyarakat bisa jadi pemicu terjadinya tawuran. Untuk itulah pemerintah hendaknya melakukan kajian dan tidak semena mena serta memberikan solusi yang terbaik dalam setiap kebijakan yang diambilnya sehingga menghindari adanya tawuran. Misalnya dalam relokasi pasar atau pedagang asongan. Pendekatan pendekatan yang lebih baik perlu diberikan pemerintah untuk menghindarkan terjadinya tawuran. Kalo pemerintah kebijakannya bagus dan berpihak kepada rakyat tentunya akan tercipta suasana masyarakat yang aman, damai dan sejahtera. Mari kita berlogika secara sederhana saja jika  ekonomi masyarakat berkembang, kesejahteraan masyarakat meningkat dan tingkat kriminalistas menurun,  kemudian dibarengi dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang tinggi niscaya pelan tapi pasti  tawuran tidak akan menjadi budaya masyarakat kita. Karena yang terjadi pada saat ini keadaannya adalah sebaliknya dari penulisan saya diatas. Pemerintah perlu bekerja keras juga untuk mewujudkan kesejahteraan dan suasana pemerintahan yang aman damai dan sejahtera.
Jadi teringat dengan percakapan saya beberapa waktu lalu dengan bapak saya yang ingin menggali ide dari beliau untuk tujuan kontes yang ingin saya ikuti ini. Saya tanyakan kepada bapak saya, “Pak, jaman bapak dulu pas  jaman bapak SMA dulu apa sering terjadi tawuran?” begitu tanya saya. Sekedar informasi jaman bapak saya SMA dulu kurang lebih tahun  60-an. Kemudian bapak saya menjawab ” Walah nduk, jaman dulu wong sudah bisa sekolah tinggi aja sudah bersyukur alhamdulilah, apalagi bisa sampai SMA belom lagi itu bapak masih harus sambil bekerja membantu mencari nafkah (karena emaknya bapak saya sudah janda, bapak anak pertama dari 5 bersaudara). Jadi sudah tidak kepikiran tawur tawuran  kayak gitu” begitu kata beliau. Kemudian beliau juga menjelaskan bahwa jaman dulu Televisi belom seperti jaman sekarang berita bisa langsung tayang dari tempat kejadian jadi dapat disiarkan langsung saat itu juga ketika suatu peristiwa dibelahan daerah lain ada peristiwa tawuran. Ya, dari sedikit cerita bapak saya juga mengambil kesimpulan bahwa media massa juga berperan penting dalam  hal ini selain menyebarkan informasi kadang kadang bisa jadi memicu  dan menginspirasi masyarakat lain untuk melakukan tindakan tawuran dan kekerasan. Alangkah indahnya juga apabila semua kalangan media massa lebih bijak dalam menayangkan pemberitaan tentang tawuran ini semoga lebih berimbang dan manusiawi sehingga tidak menimbulkan banyak dampak negatif dari pemberitaannya maupun penanyangannya.
Media massa dan Teknologinya yang bekembang dengan pesat,semoga bisa dijadikan media atau sarana untuk mengkampanyekan kepada masyarakat luas untuk mengatakan tidak pada tawuran. Dengan menampilkan tentang sisi negatif dari tawuran, betapa kita masyarakat dan bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai. Kampanye “Say No to Tawuran” atau “Katakan Tidak untuk Tawuran” harus senantiasa kita dengungkan melalui media massa agar kelak bisa membudaya dan mengembalikan citra bangsa Indonesia yang cinta Damai.
Masalah bagaimana cara mengatasi dan menanggulangi tawuran ini memang bukan hanya PR orangtua dan Juga sekolah atau guru, alim ulama/tokoh agama dan Pemerintah atau Depatemen Pendidikan saja, melainkan ini adalah PR bersama   untuk lingkungan masyarakat luas semua warga negara Indonesia tidak terkecuali . Sebagai warga negara yang baik hendaknya kita ikut memberikan kontribusi yang bisa mencegah dan menanggulangi tawuran. Dalam dunia hiburan dan dunia petelevisian juga perlu dihimbau untuk lebih bijak dalam  menayangkan film-film atau sinetron yang bertemakan kekerasan, karena dikhawatirkan bisa memicu anak anak untuk berperilaku agresif dan  membenarkan jalan kekerasan daripada jalan damai dan musyawarah untuk mufakat.
Peran aktif masyarakat sekitar lingkungan sekolah juga dibutuhkan untuk jadi kontrol sosial. Seperti misalnya beberapa hari yang lalu di daerah Jakarta, kalo tidak daerah “Srenseng” warga menangkap beberapa siswa sebuah  sekolah swasta yang akan melakukan tawuran dan mengamankan bebaerapa senjata tajam seperti parang dan golok. Masyarakat kemudian menyerahkannya ke pada pihak berwajib atau kepolisian, karena mereka sudah jenuh dengan kelakukan para siswa yang sering tawuran diwilayah mereka. Peran serta untuk menjaga ketertiban seperti ini juga sangat diperlukan, sebelum jatuhnya korban masyarakat lebih waspada dan peka dengan segera melaporkan kepada aparat yang berwajib.
Rasanya akan indah jika kita semua warga negara ini sadara akan tugas dan tanggung jawab masing masing. Apabila ada segala permasalahan tidak diselesaikan dengan “OKOL” dan “OTOT”. “Okol” disini maksud saya adalah menyelesaikan masalah dengan emosi dan tidak dengan berpikiran jernih dan pertimbangan yang panjang, sedangkan “OTOT” disini maksud saya adalah kekuatan secara harafiah atau fisik yaitu dengan berkelahi secara fisik. Namun alangkah indahnya bila kita menyelesaikan segala masalah yang ada dengan  penuh damai. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat seperti yang telah Pancasila amanatkan dalam butir-butir sila-nya.  Lagi lagi kesannya saya terlalu idealis dan juga mengedepankan hal hal yang tidak nyata dan terkesan diawang awang sekali,tapi sekali lagi menurut saya tidak, semua yang saya ungkapkan ini bisa jadi kenyataaan kalo kita bersatu padu membulatkan tekad dan kemauan untuk menciptakan kehidupan yang damai.
Saya yakin Indonesia Bisa! Kita bisa! Pelajar kita Bisa! Kita bisa memulainya dari diri kita sendiri, keluarga kita sendiri, mendidik anak anak kita dengan anti kekerasan. Dengan kebaikan kebaikan yang ingin kita lakukan, Menebar banyak kebaikan dengan salah satunya melalui kegiatan blogging. Karena saya juga hobby ngeblog makanya ini juga saya tuliskan untuk memberikan contoh yang aktualnya. Berbagi kebaikan dan mengisi waktu luang dengan hobby yang bermanfaat seperti “blogging” tentunya akan menghindarkan tawuran.
Semoga apa yang telah saya sampaikan diatas bisa jadi bahan renungan untuk kita, untuk generasi yang akan datang.  Bukan bermaksud menggurui dan sok berteori akan tetapi lebih sebagai bentuk ikut menyampaikan pendapat dan opini pribadi. Semoga Bumi Indonesia penuh dengan senyum indah yang mengembang dari seluruh warganya, bukan senyum penuh kebencian dan penuh permusuhan.

0 comments:

Post a Comment

Template by:

Free Blog Templates