Cara mencegah dan menanggulangi tawuran
adalah tema kontes unggulan di Blogcamp kali ini. Rasanya tidak afdol
kalo saya harus melewatkan kontes menulis yang digelar pak dhe cholik
kali ini. Ada candu dan rindu yang selalu menyapa untuk selalu mengikuti
hajatan yang digelar beliau. Bismillah, dengan keterbatasan waktu dan
di hari terakhir pendaftaran saya mencoba untuk ikut urun saran dan
opini yang kiranya mungkin bisa membuka mata hati dan jadi bahan
renungan untuk kita agar kelak generasi anak anak kami terhindar dari
yang namanya tawuran.
Hampir setiap hari sejak kurang lebih
satu bulan terakhir berita televisi nasional marak memberitakan tentang
tawuran. Bukan hanya tawuran antar pelajar tingkat SMA atau tawuran
antar mahasiswa, namun ada juga tawuran antar warga. Sungguh miris dan
memprihatinkan betapa tawuran kini rasanya marak terjadi. Berbagai
faktor penyebab tawuran terjadi yang kadang berlandaskan alasan yang
kadang sifatnya sepele yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan jalan
damai dan musyawarah namun mereka lebih mengedapankan emosi yang
berakibat sungguh fatal, seperti terjadinya banyak korban tewas atau
luka luka.
Seperti tawuran antar pelajar SMA yang
terjadi di Jakarta beberapa minggu yang lalu yang mengakibatkan tewasnya
salah satu pelajar. Begitu gencarnya media menyorot kasus tawuran ini
kemarin sampai kemudian saya melihat dalam satu tayangan berita televisi
betapa ayah korban yang sangat berduka dan bersedih menangis tersedu
dan masih dengan berkata kata seakan tidak terima dengan takdir yang
telah terjadi. Saya ikut merasakan duka cita dan berempati untuk
orangtua siswa yang meninggal akibat tawuran itu. Betapa sedihnya putra
semata wayangnya yang diharapkan kelak menjadi anak yang membanggakan
dan dapat meneruskan pendidikan lebih tinggi untuk menggapai cita
citanya akhirnya harus tewas ditangan sesama pelajar yang melakukan
tindakan tidak bermoral akibat emosi yang tidak terkendali. Menurut data
yang tertulis dalam sebuah artikel di harian tempo online kurang lebih
16 siswa atau pelajar tewas akibat tawuran yang terjadi sepanjang tahun
2012.
Kemudian saya flashback ingatan ke jaman
masa Sekolah SMA beberapa tahun lalu. Saya tinggal dikota kabupaten
kecil yang mempunyai beberapa SMA dan SMK baik itu Negeri maupun
Swasta. Dalam ingatan saya pada masa itu rasanya tidak pernah saya
dengar terjadi tawuran antar pelajar SMA maupun SMK dikota saya. Saya
hanya teringat perang terjadi tidak dalam arti perang fisik atau tawuran
melainkan perang yang sifatnya kompetisi atau perlombaan
sekolah,seperti perlombaan olahraga seperti bola volly, bola basket,
gerak jalan, lomba paduan suara, lomba bidang study, dan berbagai macam
kegiatan dan perlombaan lainnya. Persaingan antar sekolah terjadi lebih
kepada hasil atau prestasi yang diperoleh sekolah. Sedangkan individu
per invidividu siswa atau pelajarnya saat itu hampir tidak pernah saya
mendengar terjadi perkelahian massal atau tawuran seperti yang saat ini
marak terjadi di daerah ibukota jakarta.
Satu kasus tawuran pelajar dijakarta
kemarin belum tuntas, muncul lagi berita di ujung belahan indonesia
lainnya berita tentang perkelahian atau tawuran antar mahasiswa di
Makkasar yang dipicu oleh pertikaian pribadi yang berujung pertikaian
atau tawuran antar fakultas. Kemudian muncul lagi berita pagi ini
tentang tawuran antar warga yang terjadi di Papua Irian jaya yang dipicu
oleh kemarahan salah satu kelompok warga yang salah satu warganya
dihamili oleh salah satu warga kelompok lainnya. Dan ketika dimintakan
tanggung jawab malah mengelak,inilah yang memicu terjadinya tawuran
antar warga pada akhirnya. Miris memang kalo melihat alasan alasan yang
pada dasarnya bisa dimusyawarahkan untuk mencari mufakat harus berujung
dengan tawuran. Tidak sadarkah mereka bahwa akibat dari tindakan tawuran
seperti ini banyak pihak dirugikan baik harta benda bahkan nyawa ikut
terancam. Persoalan emosi kadang memang membutakan akal sehat, sesal
kemudian itulah yang didapat dari buah menuruti kata hati dan emosi.
Melihat gejala sosial soal tawuran yang
semakin marak terjadi diberbagai kalangan ini, saya jadi penasaran
tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan tawuran itu sendiri? Dan
kenapa tawuran terjadi? Lalu bagaimana cara mencegah dan menanggulangi tawuran
ini? Rasanya dari waktu ke waktu tawuran ini selalu saja terjadi dan
berulang, seakan seperti lingkaran setan yang tidak akan pernah ada
habis dan matinya. Mengapa demikian, tidakkah tawuran bisa dicegah dan
ditanggulangi? Bagaimana caranya? sebagai warga negara yang baik dan
juga sebagai seorang ibu dari calon generasi bangsa, saya ingin
memberikan catatan tentang ini tentunya sebagai pengingat dan jadi bekal
saya kelak untuk membimbing anak anak saya agar kelak dijauhkan dari
yang namanya tawuran.
Tawuran menurut yang saya baca artinya
dari sumber wikipedia, Merupakan penyimpangan sosial berupa
perkelahian.Tawuran adalah istilah yang sering digunakan masyarakat
Indonesia, khususnya di kota-kota besar sebagai perkelahian atau tindak
kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat.
Sebab tawuran ada beragam, mulai dari hal sepele sampai hal-hal serius
yang menjurus pada tindakan bentrok.
Sebelum membahas cara menanggulangi dan
mencegah tawuran, rasanya saya ingin mengulang kembali yang biasanya
menjadi akar permasalahan atau faktor pemicu terjadinya tawuran ini.
Kenapa hal ini perlu diungkapkan terlebih dahulu?. Kalo kita tahu akar
permasalahan dan pemicunya tentunya kita bisa mencoba mencari cara untuk
mencegah dan menanggulanginya. Yang menjadi faktor pemicu terjadinya
tawuran banyak sekali, sering kali seperti yang saya ungkapkan pada
awal-awal tulisan bahwa seringkali hal sepele atau masalah pribadi,
namun ini bisa dijadikan alasan terjadi tawuran. Terciptanya rasa
solidaritas dan rasa kesetiakawanan sering dijadikan alasan mereka
untuk melakukan tawuran dikarenakan ingin membela kawan yang merasa
harga dirinya telah diinjak oleh pihak lawan. Selain itu terciptanya
kelompok sosial diantara para remaja atau sering disebut “genk” juga
sering kali akhirnya menimbulkan tawuran, merasa genk sekolahnya atau
genk-nya paling unggul dan paling hebat serta disegani mereka lalu
membuktikannya dengan melakukan tawuran terhadap genk yang lainnya baik
itu antar sekolah maupun dalam satu institusi sekolah. Sedangkan dalam
kalangan perguruan tinggi sering kali terjadi tawuran antar universitas
bahkan banyak pula terjadi tawuran antar fakultas dalam almamater yang
sama. Lalu dalam masyarakat umum? Hal ini juga tidak kalah sering
terjadi dalam masyarakat kita, seperti tawuran yang terjadi antara
pamong praja atau petugas dengan pedagang asongan atau pedagang atau
juga masyarakat disuatu tempat yang sedang terjadi penggusuran. Rasanya
hampir setiap hari melihat tayangan tentang macam macam model tawuran
ini terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia.
Lalu siapakah yang harus bertanggung
jawab dan menjadi sasaran yang patut untuk disalahkan? Apakah pemerintah
atau instansi terkait beserta para aparat yang berwajib harus kita
persalahkan dan memikul beban ini sendirian? Ataukah kalo memang yang
menjadi pelaku tawuran ini adalah pelajar atau mahasiswa apakah mereka
yang patut kita hujat dan persalahakan karena moral mereka yang sudah
sangat jauh menyimpang dari etika dan norma sosial bahkan norma hukum?
Ataukah lingkungan baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
atau kemudian yang lebih luas lingkungan masyarakat dimana kita tinggal
berkomunitas dan berinteraksi ini yang menjadi penyebab baik buruknya
kualitas moral yang dihasilkan dari masing masing individu ini yang
patut kita persalahkan?. Apakah kita juga akan menyalahkan kompleksitas
kehidupan yang telah terjadi saat ini,perkembangan jaman sudah berubah
begitu cepat. Teknologi yang semakin canggih dan munculnya “social
networking” sehingga memicu keegoisan dan menurunnya nilai nilai moral
individu dalam masyarakat sehingga lebih mengedapankan emosi daripada
berpikir secara jernih dengan akal sehat. Akan menjadi sangat tidak
adil dan tidak akan pernah ada habisnya kalo kita memperdebatkan siapa
yang paling bertanggung jawab dari penyebab tawuran ini.
Mungkin saya harus merenung dan berpikir
lama, apa kiranya yang bisa saya lakukan untuk memberikan sumbangan ide
atau saran cara untuk menanggulangi dan mencegah tawuran ini. Saya bukan
pakar atau ahli sosiologi yang bisa mengamati dan memberikan
teori-teori berdasarkan penelitian yang mereka lakukan. Saya hanya
seorang ibu yang juga bekerja, namun setidaknya saya juga pernah
mengalami masa sekolah, saya akan berusaha memberikan ide yang mungkin
sederhana namun bisa kita jalankan dan juga itu berusaha saya jalankan
dalam kehidupan sehari hari. Saya juga ingin menyiapkan anak saya yang
kelak akan menjadi generasi penerus bangsa ini, saya ingin anak-anak
saya mempunyai kepribadian baik dan kuat sehingga bisa melindungi
dirinya dari arus pergaulan lingkungan yang tidak pada semestinya dan
dikemudian hari bisa melakukan tawuran.
Hal-hal atau cara apa saja yang kiranya bisa dikukan untuk mencegah dan menanggulangi tawuran menurut saya;
Dimulai dari kelompok lingkungan yang paling kecil yaitu Diri sendiri dan keluarga.
Apa kiranya yang harus kita lakukan dalam keluarga yang kiranya ikut
memberikan kontribusi untuk mencegah dan menanggulangi tawuran? Saya
sangat setuju dengan Quote dari ayah edi dan juga penggagas gerakan yang sedang digalakkan beliau tentang “Indonesian Strong from Home” “Indonesia
pada hakikatnya merupakan kumpulan dari keluarga-keluarga yang tersebar
dilebih dari 12.000 pulau yang ada di Nusantara. “Apabila
keluarga-keluarga ini kuat, maka Indonesia akan menjadi Bangsa dan
Negara yang Kuat dgn sendirinya tanpa perlu konsep yg berbelit-belit dan
biaya yang membebani negara.” .
Kenapa faktor Keluarga sangat penting?
Ulasan dibawah ini kiranya akan menjawab kurang lebihnya kenapa keluarga
menjadi sangat penting sebagai landasan atau dasar untuk membentuk
kepribadian yang baik.
- Berikan perhatian yang cukup untuk anak-anak dan anggota keluarga kita. Luangkan banyak waktu untuk memberikan perhatian kepada anak-anak kita, untuk sekedar berbagi, menjadi teman dan sahabat anak-anak kita untuk berdiskusi dan juga memecahkan masalah-masalah yang sedang mereka hadapi saat ini. Jangan bersikap acuh tak acuh, karena kemungkinan bisa menyebabkan anak anak kita mencari pelarian dalam komunitas lingkungan yang lainnya yang lebih membuat mereka nyaman, namun pada akhirnya akan memunculkan hal-hal yang tidak diingingkan seperti terjerumus kedalam lingkungan pergaulan yang mengarah pada hal yang negatif seperti penggunaan obat-obat terlarang, genk-genk-an yang pada akhirnya berbuntut tawuran.
- Membangun kepercayaan dan juga mejalin komunikasi yang hangat dan penuh kasih sayang dengan anak-anak kita. Dengan komunikasi yang terjalin baik kita akan mudah memberikan nasehat-nasehat dan wejangan tentang hal kebaikan, norma agama atau norma sosial kepada anak anak kita. Mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Dengan komunikasi yang hangat dan penuh kasih sayang serta perhatian tentunya akan lebih mudah kita lakukan dan anak akan muncul kesadaran otonom atau tanpa paksaan dalam melakukan sesuatu. Berbeda kalo komunikasi yang kita jalankan dalam keluarga bersifat otoriter tentunya anak akan semakin memberontak.
- Berikan contoh dan yang baik untuk anak anak kita. Karena anak adalah peniru ulung, sejak dini kita harus berupaya memberikan contoh dan tauladan yang baik untuk anak-anak kita. Bagaimana kita mengingikan anak kita menjauhi hal hal yang berbau kekerasan, kalo misalnya kita sendiri orangtuanya memberikan contoh yang tidak baik setiap harinya seperti bertengkar didepan anak sambil berteriak teriak bahkan dengan melakukan KDRT. Mereka akan meniru dan mencontoh dari apa yang kita lakukan didepan mereka.
- Bijak dalam memberikan fasilitas dirumah, misalnya dengan mengontrol dan mendampingi anak ketika bermain game atau menonton televisi. Bijak memilihkan tontonan atau game yang baik sesuai usia mereka dan juga menghindarkan anak-anak kita dari game game yang memicu kekerasan dan sifat agresifitas. bahwa film yang bertemakan kekerasan bisa jadi pemicu atau menginspirasi anak anak untuk meniru dan berbuat kekerasan.
- Siapkan mental dan kepribadian yang baik dan kuat untuk anak anak kita dengan bekal pengetahuan agama yang cukup sejak dini. Seperti point yang ke 3 yang saya utarakan, berikan contoh anak anak kita tentang perilaku-perilaku yang sesuai norma norma agama. Berikan bekal pengetahuan agama dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari hari, supaya anak-anak kita menjadi taat dan patuh dengan ajaran agama. Ketika anak telah beranjak dewasa tidak mungkin kita akan bisa mengawasinya selama 24 jam non stop semua aktifitasnya misalnya selama dilingkungan sekolahnya bagaimana, bergaul dengan siapa saja, di lingkungan les nya bagaimana? siapa saja teman bergaulnya, setidaknya gambaran detail kadang mungkin tidak bisa kita dapatkan. Nah dengan kesadaran otonom dengan bekal pengetahuan agama dan norma yang telah diperolehnya melalui keluarga diharapkan akan membentuk kesadaran otonom atau kesadaran dalam dirinya ketika akan melakukan hal-hal atau perilaku yang menyimpang dari norma agama atau norma sosial. Mungkin dengan kata gampangnnya adalah “Takut akan Tuhan”, sehingga yang kita lakukan akan berusaha sesuai dengan norma agama dan sosial yang berlaku.
Mungkin kesannya sangat teoritis sekali
apa yang telah saya uraikan diatas, tapi saya yakin tidak ada hal yang
mustahil, selama kita berusaha untuk mewujudkannya. Semoga kita bisa
menjadikan keluarga dan anak anak kita dengan karakter dan kepribadian
yang baik. Kasih sayang dan perhatian kita kepada keluarga dan anak
anak akan memberikan rasa nyaman dalam hubungan antar keluarga. Saya
juga masih berusaha dan belajar untuk mewujudkan seperti apa yang telah
saya tuliskan diatas. Peran kita sebagai orangtua sedikit banyak ikut
andil besar sebagai jalan atau cara untuk mencegah dan mengatasi
tawuran. Saya kemudian jadi ingat sebuah catatan, Dorothy Law Nolte yang
pernah saya posting, tentang sebuah catatan karakteristik anak-anak yang dibesarkan sesuai dengan lingkungannya.
Bila seorang anak hidup dengan kritik,
Ia belajar untuk menyalahkan.
Bila seorang anak hidup dengan rasa benci,
Ia belajar bagaimana berkelahi.
Bila seorang anak hidup dengan ejekan,
Ia belajar menjadi pemalu.
Bila seorang anak hidup dengan rasa malu,
Ia belajar merasa bersalah.
Bila seorang anak hidup dengan toleransi,
Ia belajar menjadi sabar.
Bila seorang anak hidup dengan semangat,
Ia belajar kepercayaan diri.
Bila seorang anak hidup dengan pujian,
Ia belajar untuk menghargai.
Bila seorang anak hidup dengan rasa adil,
Ia belajar tentang keadilan.
Bila seorang hidup dengan rasa aman,
Ia belajar memiliki iman.
Bila seorang anak hidup dengan persetujuan,
Ia belajar menyukai dirinya sendiri.
Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan,
Ia belajar mencari cinta dalam dunia.
-o0o-
Kemudian pertanyaan berikutnya, adalah
apakah dengan hanya memperkuat fondasi kepribadian dari komunitas
keluarga saja?. Tentu saja tidak, ada faktor lainnya yang harus juga
kita perhatikan diluar keluarga.
Beranjak dari Lingkungan Keluarga, ada Lingkungan sekolah dan lingkungan Masyarakat
yang lebih luas untuk anak anak kita kelak berinteraksi dan
bersosialiasi.Dari lingkungan sekolah inilah anak anak kita banyak
menghabiskan waktu sehari-harinya. Sudah menjadi kodrat yang namanya
orangtua pasti menginginkan anak anak kita kelak bersekolah ditempat
yang nyaman, mempunyai fasilitas yang bagus dan lengkap, serta prestasi
atau nama besar sekolah yang membanggakan. Namun kiranya kita juga
lebih teliti dan lebih detail tidak hanya melihat prestasi dan
prestise sekolah secara lahir saja melainkan juga melihatnya dari banyak
aspek yang tentunya disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan anak
kita. Hal ini tentunya juga untuk mengantisipasi agar anak anak kita
tidak terjerumus dalam pergaulan negatif dilingkungan sekolah.
Kemudian Pemerintah dan sekolah sebagai
pihak penyelenggara pendidikan hendaknya juga menciptakan dan kurikulum
yang berbasis tidak hanya pada prestasi akademis saja melainkan juga
berbasis pada budi pekerti dan agama. Menurut yang pernah saya baca
dalam sebuah artikel disebuah koran online, Kurikulum pendidikan semakin
hari semakin yang berat diterapkan oleh Diknas dan sekolah di
sinyalir menjadi salah satu pemicu terjadinya tawuran antar pelajar.
Sehingga kemudian memunculkan ide untuk memperpanjang jam sekolah siswa.
Diperpanjang dengan catatan untuk kegiatan ekstrakurikuler atau
kegiatan agama untuk menarik minat siswa dan mengurangi waktu luang yang
sering digunakan siswa untuk hal hal yang melanggar peraturan kumpul
kumpul dengan kelompok atau genk yang pada akhirnya memunculkan tawuran
seperti yang sudah sudah terjadi. Namun menurut saya bukankah ini malah
akan menambah masalah baru?. Semoga Pemerintah melalui Departemen
pendidikan mampu mencari formula yang tepat untuk kurikulum pendidikan
nasional sehingga tidak membebani siswa dengan beban berat secara
mental/psikologis serta fisik, namun mampu membawa wajah baru
pendidikan nasional Indonesia yang lebih bagus dan penuh prestasi.
Sehingga tidak lagi terjadi tawuran antar pelajar seperti sekarang
marak.
Pelajaran-pelajaran yang berbasis budi
pekerti seperti pelajaran Agama, kemudian pelajaran PPKN (jaman dahulu
kurikulum lama menyebutnya dengan PMP)setelah kurikulum baru semoga
bisa dimengerti oleh siswa dan diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Bimbingan konseling atau BK dulu kalo saya tidak salah
ingat, dimana yang pada kenyataannya dulu sangat amat tidak disukai
murid karena dianggap menjemukan, seharusnya lebih diaktifkan lagi dan
didalalmnya guru harus selalu update dan berperan untuk menjadi tempat
curhat murid-murid atau siswa siswa untuk suatu masalah. Hilangkan
stigma atau pandangan bahwa murid yang ditangani guru BK atau BP adalah
murid yang bermasalah saja. Hal hal seperti pelabelan seperti inilah
harus dihapuskan juga.
Memperbanyak kegiatan kegiatan yang
positif seperti kompetisi olahraga untuk memupuk jiwa sportifitas,
kompetisi kesenian untuk menyalurkan bakat dan minat anak didik juga
bisa dilaksanakan agar waktu luang mereka terisi dengan hal-hal yang
positif. Acara-acara seperti “team building” atau ” Student
engagement” dan semacamnya atau acara acara yang penuh motivasi perlu
juga dilaksanakan. Tentunya dengan format dan segala sesuatunya
disesuaikan dengan kemampuan siswa dan anak didik serta dengan
pengawasan dari pihak sekolah dan instansi yang terkait. Yang pada
intinya memfasilitasi dan menjembatani kreatifitas anak supaya lebih
berkembang dan tidak merasakan adanya kekangan yang keterlaluan dan
berakibat dengan perilaku menyimpang dari para siswa. Karena menurut
teori psikologi bahwa masa masa pubertas remaja seperti masa SMA itu
adalah masa yang rawan dan penuh gejolak rasa keingin tahuan dan juga
mudah dipengaruhi.
Selain itu sekolah juga harus berperan
serta aktif untuk mengawasi kegiatan kegiatan yang melibatkan nama
sekolah dan siswa didalamnya. Bagaimana mungkin kita bisa menghapuskan
kekerasan di sekolah jika pada awal masa orientasi masuk sekolah saja
siswa baru sudah di pertontonkan dan merasakan adanya kekerasan fisik
dan mental dari kakak-kakak kelasnya. Saya bukan yang anti terhadap MOS
atau masa orientasi sekolah, akan tetapi setidaknya dalam konsep dan
pelaksanaannya haruslah dijauhkan dari hal hal yang memicu dan
mengakibatkan kekerasan. Disinilah peran aktif guru dan pihak sekolah,
pengurus OSIS, POMG (persatuan orangtua/walimurid) dan juga partisipasi
siswa diperlukan untuk mengontrol dan menjadi polisi bagi lingkungan
mereka sendiri. Penyimpangan yang terjadi hendaknya cepat diantisipasi
dan mendapatkan sanksi tegas dari pihak sekolah tanpa diskriminasi
sehingga tidak menimbulkan ambigu dan memberikan kesempatan untuk berani
berbuat yang melanggar peraturan sekolah. Begitu juga dengan tingkat
Universitas, sanksi tegas dari universitas harus diberikan kepada pada
mahasiswa yang jelas jelas melakukan tindakan yang menjadi pemicu
kekerasan atau tawuran. Karena dengan ketegasan hukuman mungkin bisa
jadi menjadikan efek jera bagi pelaku tawuran. Begitu juga pemerintah
atau Departemen pendidikan harus memberikan sanksi tegas kepada sekolah
yang murid muridnya seringkali melakukan tindakan tawuran dengan
penurunan akreditasi, seperti yang sering diwacanakan akhir akhir ini
oleh banyak LSM.
Lalu pemerintah dan Lembaga terkait atau instansi yang berwenang seperti
misalnya Pemerintah daerah dan juga kepolisian? Hendaknya juga
memberikan contoh yang baik untuk rakyat atau warganya. Pemerintah
harus memberikan sanksi yang tegas untuk pelanggar hukum seperti dalam
hal ini kasus tawuran agar menimbulkan efek jera dan tentunya setelah
itu tidak hanya yang sifatnya hukuman tetapi juga pembinaan kepada para
pelanggar hukum dalam kasus tawuran seperti ini. Tawuran adalah
perbuatan penyimpangan perilaku sosial yang bisa kita tanggulangi.
Berbagai permasalahan sosial yang kompleks dalam masyarakat bisa jadi
pemicu terjadinya tawuran. Untuk itulah pemerintah hendaknya melakukan
kajian dan tidak semena mena serta memberikan solusi yang terbaik dalam
setiap kebijakan yang diambilnya sehingga menghindari adanya tawuran.
Misalnya dalam relokasi pasar atau pedagang asongan. Pendekatan
pendekatan yang lebih baik perlu diberikan pemerintah untuk
menghindarkan terjadinya tawuran. Kalo pemerintah kebijakannya bagus dan
berpihak kepada rakyat tentunya akan tercipta suasana masyarakat yang
aman, damai dan sejahtera. Mari kita berlogika secara sederhana saja
jika ekonomi masyarakat berkembang, kesejahteraan masyarakat meningkat
dan tingkat kriminalistas menurun, kemudian dibarengi dengan tingkat
pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang tinggi niscaya pelan tapi
pasti tawuran tidak akan menjadi budaya masyarakat kita. Karena yang
terjadi pada saat ini keadaannya adalah sebaliknya dari penulisan saya
diatas. Pemerintah perlu bekerja keras juga untuk mewujudkan
kesejahteraan dan suasana pemerintahan yang aman damai dan sejahtera.
Jadi teringat dengan percakapan saya
beberapa waktu lalu dengan bapak saya yang ingin menggali ide dari
beliau untuk tujuan kontes yang ingin saya ikuti ini. Saya tanyakan
kepada bapak saya, “Pak, jaman bapak dulu pas jaman bapak SMA dulu apa
sering terjadi tawuran?” begitu tanya saya. Sekedar informasi jaman
bapak saya SMA dulu kurang lebih tahun 60-an. Kemudian bapak saya
menjawab ” Walah nduk, jaman dulu wong sudah bisa sekolah tinggi aja
sudah bersyukur alhamdulilah, apalagi bisa sampai SMA belom lagi itu
bapak masih harus sambil bekerja membantu mencari nafkah (karena emaknya
bapak saya sudah janda, bapak anak pertama dari 5 bersaudara). Jadi
sudah tidak kepikiran tawur tawuran kayak gitu” begitu kata beliau.
Kemudian beliau juga menjelaskan bahwa jaman dulu Televisi belom seperti
jaman sekarang berita bisa langsung tayang dari tempat kejadian jadi
dapat disiarkan langsung saat itu juga ketika suatu peristiwa dibelahan
daerah lain ada peristiwa tawuran. Ya, dari sedikit cerita bapak saya
juga mengambil kesimpulan bahwa media massa juga berperan penting dalam
hal ini selain menyebarkan informasi kadang kadang bisa jadi memicu
dan menginspirasi masyarakat lain untuk melakukan tindakan tawuran dan
kekerasan. Alangkah indahnya juga apabila semua kalangan media massa
lebih bijak dalam menayangkan pemberitaan tentang tawuran ini semoga
lebih berimbang dan manusiawi sehingga tidak menimbulkan banyak dampak
negatif dari pemberitaannya maupun penanyangannya.
Media massa dan Teknologinya yang
bekembang dengan pesat,semoga bisa dijadikan media atau sarana untuk
mengkampanyekan kepada masyarakat luas untuk mengatakan tidak pada
tawuran. Dengan menampilkan tentang sisi negatif dari tawuran, betapa
kita masyarakat dan bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai.
Kampanye “Say No to Tawuran” atau “Katakan Tidak untuk Tawuran” harus
senantiasa kita dengungkan melalui media massa agar kelak bisa membudaya
dan mengembalikan citra bangsa Indonesia yang cinta Damai.
Masalah bagaimana cara mengatasi dan
menanggulangi tawuran ini memang bukan hanya PR orangtua dan Juga
sekolah atau guru, alim ulama/tokoh agama dan Pemerintah atau Depatemen
Pendidikan saja, melainkan ini adalah PR bersama untuk lingkungan
masyarakat luas semua warga negara Indonesia tidak terkecuali . Sebagai
warga negara yang baik hendaknya kita ikut memberikan kontribusi yang
bisa mencegah dan menanggulangi tawuran. Dalam dunia hiburan dan dunia
petelevisian juga perlu dihimbau untuk lebih bijak dalam menayangkan
film-film atau sinetron yang bertemakan kekerasan, karena dikhawatirkan
bisa memicu anak anak untuk berperilaku agresif dan membenarkan jalan
kekerasan daripada jalan damai dan musyawarah untuk mufakat.
Peran aktif masyarakat sekitar lingkungan
sekolah juga dibutuhkan untuk jadi kontrol sosial. Seperti misalnya
beberapa hari yang lalu di daerah Jakarta, kalo tidak daerah “Srenseng”
warga menangkap beberapa siswa sebuah sekolah swasta yang akan
melakukan tawuran dan mengamankan bebaerapa senjata tajam seperti parang
dan golok. Masyarakat kemudian menyerahkannya ke pada pihak berwajib
atau kepolisian, karena mereka sudah jenuh dengan kelakukan para siswa
yang sering tawuran diwilayah mereka. Peran serta untuk menjaga
ketertiban seperti ini juga sangat diperlukan, sebelum jatuhnya korban
masyarakat lebih waspada dan peka dengan segera melaporkan kepada aparat
yang berwajib.
Rasanya akan indah jika kita semua warga
negara ini sadara akan tugas dan tanggung jawab masing masing. Apabila
ada segala permasalahan tidak diselesaikan dengan “OKOL” dan “OTOT”.
“Okol” disini maksud saya adalah menyelesaikan masalah dengan emosi dan
tidak dengan berpikiran jernih dan pertimbangan yang panjang, sedangkan
“OTOT” disini maksud saya adalah kekuatan secara harafiah atau fisik
yaitu dengan berkelahi secara fisik. Namun alangkah indahnya bila kita
menyelesaikan segala masalah yang ada dengan penuh damai. Mengutamakan
musyawarah untuk mufakat seperti yang telah Pancasila amanatkan dalam
butir-butir sila-nya. Lagi lagi kesannya saya terlalu idealis dan juga
mengedepankan hal hal yang tidak nyata dan terkesan diawang awang
sekali,tapi sekali lagi menurut saya tidak, semua yang saya ungkapkan
ini bisa jadi kenyataaan kalo kita bersatu padu membulatkan tekad dan
kemauan untuk menciptakan kehidupan yang damai.
Saya yakin Indonesia Bisa! Kita bisa! Pelajar kita Bisa! Kita
bisa memulainya dari diri kita sendiri, keluarga kita sendiri, mendidik
anak anak kita dengan anti kekerasan. Dengan kebaikan kebaikan yang
ingin kita lakukan, Menebar banyak kebaikan dengan salah satunya melalui
kegiatan blogging. Karena saya juga hobby ngeblog makanya ini juga saya
tuliskan untuk memberikan contoh yang aktualnya. Berbagi kebaikan dan
mengisi waktu luang dengan hobby yang bermanfaat seperti “blogging”
tentunya akan menghindarkan tawuran.
Semoga apa yang telah saya sampaikan
diatas bisa jadi bahan renungan untuk kita, untuk generasi yang akan
datang. Bukan bermaksud menggurui dan sok berteori akan tetapi lebih
sebagai bentuk ikut menyampaikan pendapat dan opini pribadi. Semoga Bumi
Indonesia penuh dengan senyum indah yang mengembang dari seluruh
warganya, bukan senyum penuh kebencian dan penuh permusuhan.
0 comments:
Post a Comment