Disusun
oleh :
TRIANA ARISDIANI, S.Kep
PROGRAM
STUDI PROFESI
NERS
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
2009
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang
ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial
yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer
di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam,
sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang
pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S,
2003)
B. PENYEBAB
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi
yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia
dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi,
S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo
Tjokronegoro, 1997)
C. PATOFISIOLOGIS
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman
ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa
dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama
terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan
pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D
dan heru S, 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi
antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan.
Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis.
(Soegeng soegijanto, 2002)
PATHWAYS
Salmonella
typhosa
Saluran
pencernaan
Diserap oleh
usus halus
Bakteri
memasuki aliran darah sistemik
Kelenjar limfoid
Hati Limpa Endotoksin
usus halus
Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam
Pendarahan dan Nyeri
perabaan
perforasi Mual/tidak
nafsu makan
Perubahan
nutrisi
Resiko kurang volume cairan
(Suriadi & Rita
Y, 2001)
D. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan
lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun
gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis
besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan
gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu
badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas,
berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut
kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat.
Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang
tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono,
dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan
gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien
menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri
kepala (frontal) 100%
-
Kurang enak di perut 50%
-
Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
-
Berak-berak 50%
-
Muntah 50%
Gejala:
-
Demam 100%
- Nyeri
tekan perut 75%
-
Bronkitis 75%
-
Toksik 60%
-
Letargik 60%
- Lidah
tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,1998)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula
leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
- Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi
akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini
tidak memerlukan penanganan khusus
- Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi
adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal
dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka
penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
- Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
- Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
- Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin
tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam
Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita
Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)
F. TERAPI
- Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
- Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
- Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
- Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
- Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
- Golongan Fluorokuinolon
- Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
- Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
- Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)
G. KOMPLIKASI
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,
bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)
Perforasi usus
terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam
tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit
dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah
serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama
stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi
oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis,
meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada
hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering
terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)
H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK DENGAN DEMAM TIPOID
- PENGKAJIAN
- Identitas.
Menurut
T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz diperkirakan insiden demam tifoid
pada tahun 1985 di Indonesia adalah sebagai berikut umur 0-4 tahun
25,32 %, umur 5-9 tahun 35,59 % dan umur 10-14 tahun 39,09%. Namun
menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak merupakan hal yang tidak
mudah mengingat tanda dan gejala klinis yang tidak khas terutama pada
penderita di bawah usia 5 tahun. Insiden penyakit ini tidak berbeda
antara anak laki dan anak perempuan, tergantung pada status gizi dan
status imunologis penderita.
- Riwayat Keperawatan.
- Keluhan utama.
Demam
lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apatis sampai somnolen, dan
gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang dan nyeri
pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah
dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
- Riwayat penyakit sekarang.
Ingesti
makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau
terkontaminasi dengan minuman.
- Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun
menurun.
- Riwayat kesehatan keluarga.
Tifoid
kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita demam
tifoid dan menularkan kepada janin melalui darah. Umumnya bersifat
fatal.
- Riwayat kesehatan lingkungan.
Demam
tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang berkembang dengan
kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan
sedangkan dari kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim
panas.
- Imunisasi.
Pada
tifoid kongenital dapat lahir hidup sampai beberapa hari dengan
gejala tidak khas serta menyerupai sepsis neonatorium.
- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
- Nutrisi.
Gizi buruk atau meteorismus
- Pemeriksaan fisik.
- Sistem kardiovaskuler.
Takikardi,
hipotensi dan shock jika perdarahan, infeksi sekunder atau
septikemia.
- Sistem pernapasan.
Batuk nonproduktif, sesak napas.
- Sistem pencernaan.
Umumnya
konstipasi daripada diare, perut tegang, pembesaran limpa dan hati,
nyeri perut pada perabaan, bising usus melemah atau hilang, muntah,
lidah tifoid dengan ujung dan tepi kemerahan dan tremor, mulut bau,
bibir kering dan pecah-pecah.
- Sistem genitourinarius.
Distensi kandung kemih, retensi urine.
- Sistem saraf.
Demam,
nyeri kepala, kesadaran menurun : delirium hingga stupor, gangguan
kepribadian, katatonia, aphasia, kejang.
- Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Nyeri sendi
- Sistem endokrin.
Tidak
ada kelainan.
- Sistem integumen.
Rose spot dimana hilang dengan tekanan, ditemukan pada dada dan
perut, turgor kulit menurun, membran mukosa kering.
- Sistem pendengaran.
Tuli ringan atau otitis media.
- Sistem penciuman.
- Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
- Jumlah leukosit normal/leukopenia/leukositosis.
- Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan fosfat alkali meningkat.
- Minggu pertama biakan darah S. Typhi positif, dalam minggu berikutnya menurun.
- Biakan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga.
- Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang memastikan diagnosis. Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H meningkat sejak minggu kedua. Titer reaksi widal diatas 1 : 200 menyokong diagnosis.
- Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung
- Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
- PERENCANAAN
- Dx : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Mempertahankan suhu dalam batas normal
Kriteria
Hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi
dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
merasa nyaman
Intervensi :
- Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
- Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
- Beri minum yang cukup
- Berikan kompres air biasa
- Lakukan tepid sponge (seka)
- Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
- Pemberian obat antipireksia
- Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
- Dx : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung
Tujuan :
Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
BB ideal sesuai dengan
TB
Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
Tidak terjadi
penurunan BB yang berarti
Intervensi :
- Menilai status nutrisi anak
- Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
- Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
- Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
- Mempertahankan kebersihan mulut anak
- Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
- Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak
- Dx : Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
Tujuan : Mencegah
kurangnya volume cairan
Kriteria Hasil :
Mempertahankan urine output sesuai dengan
usia, BB,BJ
urine normal, HT normal
TD, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal
Tidak ada
tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor
kulit baik,membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan
Intervensi :
- Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
- Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah
- Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
- Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
- Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge
- Memberikan antibiotik sesuai program
(Suriadi &
Rita Y, 2001)
I. DISCHARGE PLANNING
- Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
- Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
- Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
- Penderita memerlukan istirahat
- Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
(Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
- Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
- Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
- Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
- Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
(Suriadi & Rita Y, 2001)
DAFTAR PUSTAKA
- Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
- Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.
- Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
- Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.
- Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
- Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
- Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
- Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002.
- Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
- Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
MAKANAN/MINUMAN
TERKONTAMINASI
KUMAN MASUK KEDLM PEREDARAN
DARAH MLL JARINGAN LIMFOID DI FARING
MLL BARIER
ASAM LAMBUNG, MIKROORGANISME SAMPAI DI USUS HALUS
DI USUS HALUS
ORGANISME MENGINVASI SEL EPITEL DAN TINGGAL DI LAMINA PROPIA SERTA
MELEPASKAN ENDOTOKSIN
MIKROORGANISME
MENGALAMI FAGOSITOSIS & BERADA DLM SEL MONONUKLEAR MASUK KE
FOLIKEL LIMFOID INTESTIN/NODUS PEYER SERTA MENGADAKAN MULTIPLIKASI
SEL TERINFEKSI
MLL NODUS LIMFE INTESTINAL REGIONAL DAN DUKTUS THORASIKUS MENUJU
SISTEM SIRKULASI SISTEMIK & MENYEBAR SHG MENGINFEKSI SISTEM
RETIKULOENDOTELIAL DI HATI & LIMPA MENYBBKAN PROLIFERASI SEL
ENDOTEL DR SEL RES
JANGAN RAGU UNTUK BELAJAR SURVAY KARNA INI DI BAYAR, KLIK DISI UNTUK MENDAPATKAN KEMUDAHANYA
JANGAN RAGU UNTUK BELAJAR SURVAY KARNA INI DI BAYAR, KLIK DISI UNTUK MENDAPATKAN KEMUDAHANYA
0 comments:
Post a Comment