Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Sumbar dalam Rapat Kerja Provinsi mendesak DPR-RI untuk mengesahkan Undang-Undang Keperatawan. Selama ini, kinerja perawat tidak nyaris tidak dilindungi UU karena tiadanya payung hukum yang jelas.
Menurut Ketua PPNI Sumbar H. Sunardi, SkP,M.Kes, UU tersebut berguna untuk melindungi perawat dari masalah hukum. “Draft-nya sudah 21 kali diusulkan, belum ada jalan terang,” sebutnya. Menurut Sunardi, draft UU yang diusulkan sejak 1998 itu sangat dibutuhkan karena perawat juga rentan bermasalah secara hukum.
Dalam catatannya, dari tujuh provinsi sejak 1998, sudah ada 33 orang perawat yang bermasalah dengan hukum. Ini lebih disebabkan, sebutnya, posisi perawat yang tidak jelas di Puskesmas dan di rumah sakit. Bila ada pengaduan masyarakat, penyelesaiannya lebih sukar. Masalah selama ini, jika ada kesalahan di lapangan, yang kerap disalahkan adalah perawatnya.
“Sementara itu, masyarakat kita lebih kritis. Ironi sekali bila perawat tak dilindungi dengan UU,” katanya.
Lebih jauh disebutkan, perawat memiliki kompetensi yang terstandar yang bisa dipertanggungjawabkan, yang seharusnya juga dilindungi UU.
Dalam analisanya, kenapa UU Keperawatan belum disahkan, lebih karena persoalan internal yaitu, adanya organisasi profesi kesehatan lainnya. Ia meminta pelaku keperawatan bersatu untuk melakukan negosiasi dan mediasi di tingkat internal.
“Ini sebenarnya untuk keberlangsungan dunia medis, khususnya bagi
perawat sendiri. Selama ini kita bisa saja diklaim melakukan kesalahan, seperti malpraktik. Sementera, kami sulit mendapat
perlindungan,” tukasnya.
Lebih jauh disebutkan, terakhir perjuangan UU Keperawatan diajukan dalam Proglenas 2010 nomor urut 18, namun tidak sempat dibahas. “Pada 2012, Komisi IX telah membentuk tim khusus. Ini yang akan kita dorong,” ujarnya.(a)
Menurut Ketua PPNI Sumbar H. Sunardi, SkP,M.Kes, UU tersebut berguna untuk melindungi perawat dari masalah hukum. “Draft-nya sudah 21 kali diusulkan, belum ada jalan terang,” sebutnya. Menurut Sunardi, draft UU yang diusulkan sejak 1998 itu sangat dibutuhkan karena perawat juga rentan bermasalah secara hukum.
Dalam catatannya, dari tujuh provinsi sejak 1998, sudah ada 33 orang perawat yang bermasalah dengan hukum. Ini lebih disebabkan, sebutnya, posisi perawat yang tidak jelas di Puskesmas dan di rumah sakit. Bila ada pengaduan masyarakat, penyelesaiannya lebih sukar. Masalah selama ini, jika ada kesalahan di lapangan, yang kerap disalahkan adalah perawatnya.
“Sementara itu, masyarakat kita lebih kritis. Ironi sekali bila perawat tak dilindungi dengan UU,” katanya.
Lebih jauh disebutkan, perawat memiliki kompetensi yang terstandar yang bisa dipertanggungjawabkan, yang seharusnya juga dilindungi UU.
Dalam analisanya, kenapa UU Keperawatan belum disahkan, lebih karena persoalan internal yaitu, adanya organisasi profesi kesehatan lainnya. Ia meminta pelaku keperawatan bersatu untuk melakukan negosiasi dan mediasi di tingkat internal.
“Ini sebenarnya untuk keberlangsungan dunia medis, khususnya bagi
perawat sendiri. Selama ini kita bisa saja diklaim melakukan kesalahan, seperti malpraktik. Sementera, kami sulit mendapat
perlindungan,” tukasnya.
Lebih jauh disebutkan, terakhir perjuangan UU Keperawatan diajukan dalam Proglenas 2010 nomor urut 18, namun tidak sempat dibahas. “Pada 2012, Komisi IX telah membentuk tim khusus. Ini yang akan kita dorong,” ujarnya.(a)
0 comments:
Post a Comment