“Selama bertahun-tahun saya yakin bahwa agama saya sebelumnya adalah agama yang paling benar,” katanya.
Namun, semuanya berubah ketika ia mulai
menginjak bangku kuliah. “Saya mulai banyak berpikir soal hidup dan
agama. Saya disuruh mempercayai bahwa Tuhan itu ada tiga. Hal itu mulai
terasa aneh bagi saya,” sambungnya.
Di tengah keraguan itu, Allah memandu
Gerard untuk mengenal Islam. Tanpa disangka, pada 1996 ia mendapatkan
pekerjaan di sebuah perusahaan multinasional di Arab Saudi sebagai
teknisi biomedis.
Dalam pikirannya saat itu adalah
mengambil pekerjaan tersebut. Setelah mendapatkan cukup uang, ia akan
kembali ke Filipina dan menikah.
Ketika pertama kali menginjakkan kaki di
Arab Saudi, Gerard merasakan hal yang luar biasa. Ia merasa sangat
tenang. Hari-hari berikutnya, ia merasa semakin nyaman. Terlebih,
kariernya juga berkembang sangat baik.
Dia pun memutuskan untuk tinggal lebih
lama di Arab Saudi. “Tadinya saya ragu. Keputusan ini tidak sesuai
dengan rencana sebelumnya. Saya juga takut kalau calon istri saya tidak
setuju. Tapi, ternyata dia setuju untuk ikut saya ke Arab,” katanya.
Meski sudah agak lama tinggal di Saudi,
Gerard belum betul-betul mengenal Islam. Dia masih menjadi seorang
Katolik. Dia juga masih sering berdoa kepada Tuhan yang dipercayainya
dan menghadiri misa.
Namun, lama-kelamaan akibat kesibukannya,
aktivitas tersebut mulai jarang dilakukannya. “Saya mulai tidak punya
pegangan hidup,” akunya.
Di saat itu pula, kantornya mulai
menyediakan ruangan shalat bagi para pekerja Muslim. Saat istirahat, ia
sering memerhatikan teman-teman Muslimnya yang hendak shalat di tempat
tersebut. Dia pun memerhatikan cara Muslim menyembah Tuhannya.
“Mereka menempelkan dahi, hidung, telapak
tangan, dan jari-jari kaki mereka di sajadah. Mereka merendahkan tubuh
untuk menyembah Tuhan. Berusaha menunjukkan bahwa mereka hanya (makhluk)
kecil ketimbang Tuhannya yang besar,” tutur Gerard.
Gerakan shalat rekan-rekan kerjanya yang Muslim membuat Gerard Savidaal tertarik. Inilah cara penyembahan terbaik menurut dia.
Gerakan itu, kata Gerard, adalah gerakan yang juga dilakukan Yesus ketika menyembah Allah.
Cara penghormatan semacam itu adalah cara
terbaik untuk menyembah kepada Tuhan. “Jika saya harus menyembah Tuhan
saya, cara seperti itulah yang harus saya lakukan,” ujarnya.
Sejak itu, Gerard mulai bertanya-tanya
tentang Islam. Beruntung dia memiliki seorang teman asal Saudi yang
mampu berbahasa Inggris dengan baik.
“Pertanyaan yang pertama kali saya tanyakan adalah, ‘Kepada siapa para Muslim bersujud?”
Sang teman pun menjawab, “Kami bersujud kepada Allah.”
Lalu, Gerard bertanya lagi, “Allah yang mana? Apakah sama dengan
Allah yang disembah oleh Yesus?” Sang teman pun mengangguk setuju.
Jawaban itu sontak membuatnya kaget.
Allah adalah Tuhan yang sama disembahnya di agama Katholik. Dia juga
kemudian tahu bahwa Yesus dikenal di dalam Islam sebagai seorang Nabi
(Nabi Isa as).
“Saya kemudian sadar betapa Islam dan
agama saya saat itu memiliki banyak kesamaan. Dulu saya pikir Islam dan
Katolik tidak berhubungan sama sekali.”
Gerard pun mulai belajar tentang Islam.
Meski ia mulai memercayai Islam sebagai agama yang paling benar namun ia
tak langsung mengambil keputusan untuk pindah agama. Butuh waktu
sekitar tiga tahun bagi Gerard untuk memahami Islam lebih jauh.
Dia masih bimbang. Dalam kebimbangan itu,
ia memanjatkan doa kepada Allah. “Saya minta tolong kepada Allah agar
hati saya diyakinkan. Agar Allah memberikan tanda kepada saya bahwa
Islamlah yang paling tepat,” tuturnya.
Bersyahadat
Doa Gerard dijawab Allah. Suatu saat, dia
dan istri bertengkar hebat. Hubungan mereka semakin tidak akur dan
hampir berada di ambang perceraian. Gerard juga menghadapi berbagai
masalah lain di luar masalah perkawinan.
Di tengah kekalutannya, Gerard pun sadar bahwa segala kejadian buruk yang dihadapinya saat itu adalah ujian dari Allah.
Ia pun mengungkapkan hal itu kepada sang
istri. Bahwa, segala hal yang mereka hadapi saat itu adalah bentuk
peringatan agar mereka segera menganut Islam.
Tak lama, Gerard dan istri pun memutuskan
untuk menjadi Muslim dan membaca syahadat di pusat agama Islam di dekat
tempat tinggal mereka. Saat itulah, ia merasa seperti hidup kembali.
Hubungan dengan sang istri membaik.
Gerard pun tak lagi berpikir hanya untuk
hidup di dunia, tapi juga akhirat. Meskipun demikian, Gerard belum dapat
melaksanakan ibadah seutuhnya sebagai seorang Muslim. “Saat itu,
lingkungan kerja tidak cukup membantu saya untuk belajar Islam lebih
jauh,” katanya.
Gerard kemudian kembali mengajukan sebuah
doa kepada Allah. “Saya minta tolong kepada Allah agar dia membantu
saya untuk menemukan lingkungan yang kondusif untuk mempelajari Islam.”
Kembali Allah menjawab doanya. “Ketika
kontrak kerja saya di perusahaan yang lama hampir habis, saya
mendapatkan panggilan untuk bekerja di perusahaan swasta di Jeddah. Saya
langsung sujud syukur. Allah sangat baik karena segera menjawab doa
saya,” ujarnya.
Gerard dan istri pun pindah ke Jeddah dan
di sana mereka benar-benar mendapatkan lingkungan yang kondusif untuk
mendalami Islam. Setiap pekan, ia pergi ke pusat pembelajaran Islam. Ia
juga berkesempatan mengunjungi Makkah dan Madinah.
Gerard semakin yakin, Allah akan senantiasa membantu dan menuntun orang-orang yang berkeyakinan kuat untuk lebih mengenal-Nya.
Ditentang Keluarga
Penentangan dari pihak keluarga. Hal itulah yang banyak dialami para muallaf, tak terkecuali Gerard.
Kedua orang tuanya marah besar tatkala mengetahui anak laki-lakinya telah menjadi Muslim.
“Ayah saya tidak mau melihat saya lagi. Bahkan, bila saya mati sekali pun. Dia menyuruh saya untuk keluar dari rumah dan tak ingin mengenal saya lagi,” kisah pria yang kini menjadi teknisi biomedis di Queensland Health itu.
Gerard tak mau menyalahkan respons kedua
orang tuanya. Sebab, mereka tak cukup mengenal Islam. Mereka hanya
mengenal Islam dari sudut pandang yang salah, yang kerap dipropagandakan
media.
“Saya harus bersabar untuk menjelaskan kepada mereka bahwa Islam tidak seperti yang mereka pikirkan,” kata dia.
Butuh waktu bertahun-tahun bagi Gerard
untuk membuat keluarganya mengerti. Selain memberikan berbagai
penjelasan tentang Islam, ia juga berusaha menampilkan diri sebagai
Muslim sesungguhnya di depan keluarganya.
Ia berusaha menunjukkan bahwa Islam itu
indah dan telah membawa perubahan yang baik bagi hidupnya. Ia tunjukan
pula bahwa anak-anaknya tumbuh baik dengan cara Islam. “Saya perlihatkan
bahwa Islam menawarkan kedamaian dan memberikan penganutnya tujuan
hidup yang jelas.”
Semua upaya itu tak sia-sia. Sedikit demi
sedikit, keluarga mulai terbuka hatinya dan akhirnya menerima keputusan
Gerard. “Setidaknya, meski mereka tidak menjadi Muslim seperti saya,
mereka bisa lihat bahwa Islam bukanlah agama yang buruk,” ujarnya.
0 comments:
Post a Comment