Perilaku Halusinasi
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A Schizofrenia
1. Pengertian schizophrenia
Schizofrenia merupakan kelainan yang berhubungan dengan psikosis yang terdiri dari suatu kelompok sindrom klinis yang dinyatakan dengan kelainan dalam isi dan organisasi pikiran, persepsi sensori, ketegangan emosional, identitas, kemauan, perilaku psikomotor dan kemampuan untuk menetapkan hubungan interpersonal yang memuaskan (Rasmun, 2001).
Schizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai realitas (Reality Testing Ability/ RTA) dengan baik dan pemahaman diri (Self Insight) buruk ( Hawari, 2001:43).
Schizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni (perpecahan atau keretakan) antara proses berfikir, afek atau emosi, kemampuan dan psikomotor. Disertai distorsi pernyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi-bagi, sehingga timbul inkoherensi, afek dan emosi menjadi inadekuat, psikomotor menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan penarikan bizar (Maramis, 2004 : 766).
Berdasarkan ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa yang bersifat progresif dan irreversible dengan gangguan utama terjadinya perpecahan dan keretakan pada proses fikir serta disertai distorsi perrnyataan, terutama karena adanya waham, halusinasi dan asosiasi yang terbagi.
2. Etiologi schizophrenia
Hingga kini belum ditemukan secara pasti penyebab dari schizophrenia, dari banyak penelitian tidak ditemukan adanya faktor tunggal. Secara umum menurut Weiss seperti dikutif Maramis (2004 : 566) penyebab terjadinya schizofrenia dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu biologis dan lingkungan seperti diuraikan di bawah ini.
a. Biological
1). Genetik
Telah banyak penelitian yang memastikan bahwa pengaruh genetika sangat besar pada pasien skizofrenia. Menurut penelitian Gottesman and Shield seperti dikutip Yosep, (2007) kembar monozigot memiliki angka kesesuaian yang tertinggi sekitar 59,20 % kesempatan untuk mendapatkan skizofrenia, kesempatannya lebih besar 3 kali lipat daripada kembar biasa.
2). Biokimia
Pada umumnya cairan kimia yang terdapat pada otak dapat mengindikasikan terjadinya skizofrenia, tetapi penelitian terbaru menyatakan bahwa :
a). Peningkatan dari neurotransmitter, dopamine.
b). Ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter.
c). Terdapat masalah dalam sistem reseptor dopamine.
(Stuart and Sundeen, dalam Keliat 2005)
b. Lingkungan atau Environtmental
1). Interpersonal
Menurut Sullivan seperti dikutip Yosep (2007) dalam teori interpersonalnya mengatakan bahwa dalam perkembangan skizofrenia terdapat sejarah tindakan kekerasan, pola asuh keluarga yang salah, pola komunikasi yang salah dan penolakan orang tua terhadap anak yang dapat menyebabkan anak memiliki sifat kurang percaya diri. Dari penyebab-penyebab diatas dapat menimbulkan gangguan skizofrenia khususnya dalam hal hubungan interpersonal.
2). Pola Keluarga yang petagonik
Pada masa kanak-kanak peranan orang tua sangat penting dalam pembentukan kepribadian. Terjadinya double-blind communication yang diterima oleh anak dari orangtuanya sehingga anak tidak mampu mempersepsikan pesan yang diterima dengan benar, hal ini bisa dikarenakan karena dua kultur yang berbeda antara ayah dan ibunya atau karena dua persepsi orang tua yang berbeda-beda, seperti contohnya : satu saat ayah mengatakan bahwa anaknya itu pintar, tetapi ketika anaknya berbuat sedikit kesalahan ayahnya mengatakan bahwa anak itu bodoh (Yosep, 2007 : 64)
3). Devrivasi dini
Perpisahan dini dengan orang tua terutama dengan ibu karena kematian atau tinggal di asrama dapat menyebabkan terjadinya gangguan jiwa.
3. Gejala schizophrenia
Gejala-gejala skizofrenia terbagi menjadi 2 kelompok menurut Bleur (Maramis 2004 : 218)
a. Gejala primer
1) Gangguan proses pikiran ( bentuk, langkah dan isi pikir )
2) Gangguan afek dan emosi
3) Gangguan kemauan
4) Gangguan psikomotor
b. Gejala sekunder
1) Waham
2) Halusinasi
4. Tipe-tipe schizophrenia
Dalam Depkes RI 2000, skizofrenia terbagi menjadi :
a. Skizofrenia Paranoid
b. Skizofrenia Hebefrenik
c. Skizofrenia Katatonik
d. Depresi Pasca-Skizofrenia
e. Skizofrenia Tak Terinci
f. Skizofrenia Residual
g. Skizofrenia Simplek
h. Skizofrenia Lain-Lain
i. Skizofrenia yang tak tergolongkan
B Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain (Nasution, 2007 : 1)
Halusinasi adalah “gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh atau baik” (DepKes R.I., 2000 : 123).
Halusinasi menurut Maramis (2004 : 119) adalah “pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/ bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik”.
Dilihat dari kedua pengertian di atas, halusinasi dapat diartikan sebagai suatu kesalahan persepsi dari individu terhadap rangsangan yang tidak nyata.
2. Psikodinamika
Rentang respon neurobiologis individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan maladaptif seperti yang digambarkan di bawah ini.
Respon adaptif Respon maladaptif
- Pikiran logis
- Persepsi akurat
- Emosi konsisten dengan pengalaman
- Perilaku sesuai
- Hubungan sosial - Pikiran kadang-kadang menyimpang
- Ilusi
- Reaksi emosional berlebihan/kurang
- Perilaku aneh/ tidak lazim
- Menarik diri - Gangguan pikiran/waham
- Halusinasi
- Kesulitan untuk memproses emosi
- Ketidakteraturan perilaku
- Isolasi sosial
Gambar 2.1.
Rentang Respon Neurobiologis
Sumber : Stuart, alih bahasa Kapoh (2006 : 241)
Rentang respon neurobiologis berada sepanjang rentang respon sehat sakit, dimulai dari respon adaptif sampai maladaptif. Individu dengan rentang respon neurobiologis adaptif dapat terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan yang baik. Jika pada tahap respon adaptif individu tidak dapat beradaptasi terhadap stressor yang ada, maka individu akan jatuh ke tahap awal rentang respon neorobiologis maladaptif, sebagai berikut:
a. Proses berpikir kadang-kadang sudah terganggu.
b. Mengalami ilusi yaitu interpretasi atau penilaian yang salah tentang pencerapan yang nyata , karena rangsangan pada panca indera.
c. Reaksi emosional yang diekpresikan baik secara berlebihan atau kurang dengan sikap yang tidak sesuai.
d. Berperilaku yang aneh / tidak lazim.
e. Menarik diri dari lingkungan sekitar.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya. Respon maladaptif neurobiologis meliputi:
a. Gangguan pikiran / waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinanya itu tidak rasional, namun tetap menyakini kebenarannya.
b. Halusinasi yaitu individu menginterpretasikan sesuatu yang tidak ada stimulus dari lingkungan yang nyata.
c. Kesulitan untuk memproses emosi yaitu kesulitan dalam memberi nama dan menggambarkan emosi (Aleksitimia), kurang memiliki perasaan, emosi, minat, atau kepedulian (Apati), dan ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan (Anhedonia).
d. Ketidakteraturan perilaku, yaitu perilaku yang aneh, tidak enak dipandang, membingungkan, sulit diatasi, dan sulit dipahami orang lain.
e. Isolasi sosial yaitu suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.
3. Karakteristik dan Manifestasi Perilaku padaTahapan Halusinasi
Menurut Stuart (2006) halusinasi memiliki empat tahap, yaitu :
Tabel 2.1 Karakteristik dan Perilaku pada setiap Tahapan Halusinasi
Tahapan Karakteristik Perilaku klien yang teramati
1 2 3
Tahap I
• Memberikan rasa nyaman
• Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan • Mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut
• Mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas
• Individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya bisa diatasi. • Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
• Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara
• Gerakan mata yang cepat
• Respon verbal yang lamban
• Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan
Tahap II
• Menyalahkan
• Secara umum halusinasi menjijikan • Pengalaman sensori bersifat menakutkan
• Kehilangan kendali
• Berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan
• Individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain
• Peningkatan system syaraf otonom yang menunjukan ansietas
• Perhatian dengan lingkungan berkurang
• Konsentrasi terhadap pengalaman sensori
• Kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas.
Tahapan Karakteristik Perilaku klien yang teramati
Tahap III
• Halusinasi mengontrol
• Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi • Klien menyerah dan membiarkan halusinasi menguasainya
• Isi halusinasi menjadi aktraktif
• Individu mengalami kesepian jika pengalaman sensori berakhir
• Lebih cenderung mengikuti petunjuk halusinasi
• Kesulitan berhubungan dengan orang lain
• Perhatian terhadap lingkungan kurang hanya beberapa menit atau detik
• Ketidak mampuan mengikuti petunjuk, berkeringat, tremor.
Tahap IV
• Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
• Halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan waham • Pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah
• Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapetik
• Perilaku menyerang.
• Sangat potensial mencederai diri sendiri atau orang lain
• Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi : amuk, agitasi, menarik diri
• Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
Sumber : (Stuart : 2006)
4. Proses terjadinya halusinasi akibat schizofrenia
Teori Freud dalam Hawari (2001) menyatakan bahwa gangguan jiwa muncul akibat konflik internal (dunia dalam) pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptasi dengan dunia luar, selain itu hubungan dalam keluarga yang buruk merupakan salah satu penyebab dari schizofrenia. Schizofrenia bisa disebabkan oleh genetik, virus maupun malnutrisi. Hal ini menyebabkan kekacauan pada system limbik serta merangsang pengeluaran zat halusinogenik yang akhirnya seseorang tidak dapat membedakan hal nyata dengan maya.
Selain itu, gangguan persepsi juga dapat disebabkan oleh faktor psiklogis yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian manusia. Terlalu dilindungi atau merasakan kekerasan pada saat tumbuh kembang dapat menjadi stressor berat bagi individu yang akhirnya dapat menimbulkan kecemasan. Apabila stressor yang menyerang individu melampui ambang batas kemampuan seseorang dalam mengahadapinya, ditambah dengan tidak adanya support sistem yang baik, maka dalam jangka waktu tertentu individu akan menggunakan pola koping yang destruktif, diantaranya supresi, proyeksi ataupun regresi (Hawari ; 2001).
Kecemasan dan ketegangan yang terus-menerus dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga merangsang sistem limbik mengeluarkan zat – zat halusinogenik. Bersamaan dengan hal ini, terjadi juga ketidakseimbangan dopamine dan neurotransmitter lainnya, sehingga mengakibatkan ketidakmampuan otak menyeleksi stimulus yang ada, maka terjadilah kesalahan persepsi diantaranya halusinasi lihat dan dengar. Gangguan persepsi juga dapat disebabkan oleh lesi pada area frontal, temforal dan sistem limbik pada otak.
5. Tanda dan gejala
Menurut DepKes RI (2000), tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut,
a. Menarik diri
b. Duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu
c. Tersenyum, tertawa atau berbicara sendiri
d. Gelisah
e. Melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu
f. Bingung
g. Mendengar, melihat atau merasakan stimulus yang tidak nyata
h. Menggerakan-gerakan bibir
i. Perbutaan yang tidak wajar
j. Perilaku menisolasi diri
k. Berbicara dengan mengatakan mereka
l. Berbicara adanya halusinasi
m. Ketakutan
n. Kecemasan
o. Tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata
p. Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi
q. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal
r. Sikap curiga dan bermusuhan, merusak diri/orang lain/lingkungan
s. Sulit membuat keputusan
t. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, sikat gigi, ganti pakaian, berhias yang rapi
u. Menyalahkan diri sendiri/orang lain
v. Muka merah, kadang pucat
w. Tekanan darah dan nadi meningkat
x. Napas terengah – engah
y. Banyak keringat
6. Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa menurut Nasution (2005) ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Dampak Halusinasi Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
a. Kebutuhan fisiologis
1) Kebutuhan nutrisi
Klien dengan halusinasi pada tahap ansietas sedang dan berat akan mempengaruhi sistem pencernaan. Kecemasan merangsang saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor di dinding lambung. Impuls berjalan melalui aferen vagus menuju medula dan kembali ke lambung melalui eferen vagus, kemudian impuls merangsang hormon gastrin yang akan mempengaruhi kelenjar lambung untuk memproduksi HCL (asam chlorida), sehingga terjadi peningkatan HCL lambung. Terjadilah rangsangan sensorik ke korteks cerebri dan mempersepsikan rasa kenyang, hal ini akan menekan pusat lapar sehingga keinginan untuk makan menurun (Ganong, alih bahasa Widjajakusumah, 2000).
2) Kebutuhan istirahat tidur
Halusinasi frekuensinya akan meningkat dalam situasi peningkatan kecemasan, seperti dalam kondisi menyendiri dan melamun terutama menjelang tidur. Bila halusinasinya sudah menguasai dan mengontrol maka klien akan mengalami ketegangan dan kecemasan yang akan merangsang Reticular Activating System (RAS), akibatnya klien akan terjaga sehingga akan mengalami gangguan pemenuhan istrahat tidur (Ganong, alih bahasa Widjajakusumah, 2000).
3) Perawatan diri dan aktifitas sehari-hari
Klien yang mengalami halusinasi menganggap halusinasinya merupakan hal yang nyata. Klien akan terfokus pada halusinasinya karena merasa asik dengan isi halusinasi yang menyenangkan atau menjadi terganggu karena halusinasi sudah mengontrol dan menguasai, sehingga perhatian klien untuk melakukan perawatan diri berkurang. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Stuart (2006), yang menyatakan bahwa pada penderita gangguan respon neorobiologis maladaptif akan mengalami gangguan memori berupa penurunan minat dan gangguan dalam pergerakan berupa penurunan energi dan dorongan ( avolisi ).
4) Eliminasi
Klien dengan gangguan sesori persepsi: halusinasi mengalami peningkatan kecemasan. Tubuh melakukan kompensasi terhadap stresor yang menyebabkan kecemasan melalui respon pertahanan diri secara umum atau GAS (General Adaptation Syndrome). Pada tahap ini stimulasi system saraf simpatis lebih dominan, sehingga kerja sistem pencernaan menurun termasuk motilitas usus sehingga pada klien gangguan sensori persepsi: halusinasi akibat skizofrenia dapat menyebabkan gangguan eliminasi : konstipasi (Suliswati, 2005).
5) Seksual
Klien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi akibat skizofrenia sering tidak memperhatikan keadaan lingkungan sekitar, menarik diri, sehingga klien mengalami kesulitan untuk membina hubungan dengan lawan jenis secara wajar. Pada klien gangguan persepsi sensori: halusinasi dengan kecemasan yang meningkat berdampak pada penurunan sekresi hormon gonadotropin, sehingga akan mengalami penurunan libido atau dorongan seksual (Suliswati, 2005).
b. Kebutuhan Rasa Aman
Klien sering mengalami kecemasan akibat rasa jengkel atau ancaman akibat isi halusinasi yang mengejek atau mengancam dan memerintahkan untuk melakukan perilaku kekerasan sehingga menyebabkan resiko tinggi melakukan kekerasan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart, alih bahasa Kapoh, 2006).
c. Kebutuhan Cinta dan Memiliki
Klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi akibat skizofrenia akan menunjukan perilaku yang aneh, pikiran yang kacau, autisme, dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial sehingga mengalami kesulitan menjalin hubungan cinta dan rasa memiliki baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitarnya ( Hawari, 2001).
d. Kebutuhan Akan Harga Diri
Klien dengan halusinasi cenderung tidak mampu melaksanakan fungsi perannya dengan baik. Didasari oleh kegagalan dalam waktu yang lama dan rasa tidak percaya, suka mengkritik diri sendiri serta tidak mengakui kemampuan yang dimiliki, serta stigma masyarakat yang negatif dan cenderung untuk mengucilkan dan kurang menghargai sehingga klien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi cenderung memiliki harga diri rendah. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Stuart (2006), yang menyatakan bahwa pada klien dengan gangguan respon neorobiologis maladaptif mengalami gangguan konsep diri: harga diri rendah.
e. Kebutuhan Untuk Aktualisasi Diri
Klien yang mengalami gangguan sensori persepsi: halusinasi akibat skizofrenia, mengalami penurunan fungsi kognitif, afektif dan psikomotor. Sehingga kebutuhan untuk aktualisasi sering terabaikan.
8. Tindakan Keperawatan Pada Halusinasi Sesuai Dengan Tahapan
Menurut Keliat, (2005) tindakan keperawatan pada halusinasi yaitu :
Tabel 2.2 Rencana Asuhan Keperawatan berdasarkan TUM dan
TUK
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
TUM:
Klien dapat mengontrol halusinasi
Tuk 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya setelah 3 kali interaksi dalam 1 hari Klien menunjukkan tanda – tanda percaya kepada perawat :
1 Ekspresi wajah bersahabat.
2 Menunjukkan rasa senang.
3 Ada kontak mata.
4 Mau berjabat tangan.
5 Mau menyebutkan nama.
6 Mau menjawab salam.
7 Mau duduk berdampingan dengan perawat.
8 Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi.
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
d. Buat kontrak yang jelas
e. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi
f. Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
h. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
i. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya setelah satu kali interaksi dalam satu hari Setelah…..interaksi
Klien dapat menyebutkan :
1 Isi
2 Waktu
3 Frekuensi
4 Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi
5 Bagaimana perasaannya terhadap halusiansi
1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
3. Bantu klien mengenal halusiansinya Jika menemukan klien yang sedang halusinasi:
a. Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu ( halusinasi dengar)
b. Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya ( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)
d. Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama.
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
4. Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :
a. Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang – kadang )
b. Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halu
5. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusiansi (marah, takut, sedih, dan senang)
6. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya
TUK 3 :
Klien dapat mengontrol halusinasinya
Setelah….interaksi
Klien dapat :
1 Menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya
2 Menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi
3 Memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi pendengaran
4 Melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya
5 Mengikuti terapi aktivitas kelompok
1. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)
2. Diskusikan cara yang digunakan klien,
Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut
3. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi :
Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( “saya tidak mau dengar pada saat halusinasi terjadi)
Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk menceritakan tentang halusinasinya.
Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari hari yang telah di susun.
Meminta keluarga/teman/ perawat menyapa jika sedang berhalusinasi.
4. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih.
6. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih , jika berhasil beri pujian
7. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, stimulasi persepsi: halusinasi
TUK 4 :
Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya Setelah ….interaksi
1. Keluarga setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat
2. Keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendali kan halusinasi
1. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat, topik)
2. Diskusikan dengan keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan rumah)
Pengertian halusinasi
Tanda dan gejala halusinasi
Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah ( beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat – obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi )
Obat- obatan halusinasi
Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak tidak dapat diatasi di rumah
TUK 5 :
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik Setelah …..pertemuan Klien dapat :
1 Menyebutkan;
a. Manfaat minum obat
b. Kerugian tidak minum obat
c. Nama,warna,dosis, efek terapi obat
2 Menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter
3 Mendemontrasikan penggunaan obat dengan benar 1 Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan efek samping penggunan obat
2 Pantau klien saat penggunaan obat
3 Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
5 Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal – hal yang tidak di inginkan .
Sumber : (Keliat, 2005)
Tabel 2.3 Rencana Asuhan Keperawatan Berdasarkan Strategi Pelaksanaan
Halusinasi Pasien Keluarga
SP I
1. Mendiskusikan jenis halusinasi klien
2. Mendiskusikan isi halusinasi klien
3. Mendiskusikan waktu halusinasi klien
4. Mendiskusikan frekuensi halusinasi klien
5. Mendiskusikan situasi yang menimbulkan halusinasi klien
6. Mendiskusikan respon klien terhadap halusinasi
7. Melatih pasien mengontrol halusinasi / menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien pasien memasukan cara menghardik halusinasi dalam jadual harian SP I K
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian haslusinasi, tanda, gejala dan proses terjadinya halusinasi
3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan halusinasi
SP II
1. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
3. Menganjurkan pasien memasukan jadual kegiatan harian SP II K
Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan halusinasi
SP III
1. Mengevaluasi kemapuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan pasien
3. Menganjurkan pasien memasukan jadual kegiatan harian
SP III K
Melatih keluarga melakukan cara merawatr langsung kepada pasien halusinasi
SP IV
1. Mengevaluasi kemapuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain
2. Mberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat yang teratur
3. Menganjurkan pasien memasukan jadual kegiatan harian SP IV K
1. Membantu keluarga membuat jadual harian aktifitas di rumah termasuk minum obat secara teratur (Discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien pulang
Sumber : (Keliat, 2005)
C Peran Perawat Dalam Klien Dengan Gangguan Jiwa Halusinasi
Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa menurut Weiss yang dikutif Stuart Sundeen dalam Yosep (2007 : 15) peran perawat pada klien dengan gangguan jiwa adalah Attitude Therapy yakni :
1. Mengobservasi perubahan baik perubahan kecil maupn menetap yang terjadi pada klien
2. Mendemonstrasikan penerimaan
3. Respek
4. Menerima Klien
5. Memahami klien
6. Mempromosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi
Sedangkan menurut Peplau dalam Fumdamental Keperawatan Potter dan Perry seorang perawat jiwa harus mempunyai Kemampuan seseorang untuk memahami tingkah laku untuk membantu orang lain, mengidentifikasi kesulitan yang klien rasakan, dan mengaflikasikan prinsip hubungan manusia kepada semua permasalahan yang timbul dalam semua level pengalaman. Dalam konteks Terdapat empat fase hubungan perawat pasien yaitu:
1. Orientasi. Selama fase orientasi seseorang akan memiliki rasa memerlukan dan mencari bimbingan seorang yang professional. Perawat menolong pasien untuk mengenali dan memahami masalahnya dan menentukan apa yang diperlukannya.
2. Identifikasi. Perawat mengidentifikasi dan mengkaji perasaan klien serta membantu klien seiring penyakit yang ia rasakan sebagai sebuah pengalaman dan memberi orientasi positif akan perasaan dan kepribadiannya serta memberi kebutuhan yang diperlukan.
3. Eksploitasi .Selama fase ini pasien menerima secara penuh nilai-nilni yang ditawarkan kepadanya melalui sebuah hubungan (Relationship). Tujuan baru yang akan dicapai melalui usaha personal dapat diproyeksikan, dipindah dari perawat ke pasien ketika pasien menunda rasa puasnya untuk mencapai bentuk baru dari apa yang dirumuskan.
4. Resolusi.Tujuan baru dimunculkan dan secara bertahap tujuan lama dihilangkan. Ini adalah proses dimana klien membebaskan dirinnya dari ketergantungan terhadap orang lain.
Sehingga dari keempat konteks hubungan di atas terdapat enam peran perawat menurut Peplau yaitu :
1. Peran stranger (orang yang tidak dikenal).
Hal yang pertama terjadi ketika perawat dan pasien bertemu mereka belum saling mengetahui maka pasien diperlakukan secara biasanya. Dengan kata lain perawat tidak boleh menghakiminya, namun harus menerima apa adanya. Selama fase nonpersonal ini pasien harus diperlakukan dengan sebagaimana biasanya kecuali pada faktanya menunjukan hal yang lain.
2. Peran konsultan (counselor)
Perawat memberikan jawaban dari pertanyaan–pertanyaan yang spesifik ,terutama dari informasi kesehatan dan menginterpretasikan kepada pasien bagaimana cara perawatan pasien dan rencana medis selanjutnya. Pertanyaan-pertanyaan ini kadang timbul dari konteks masalah yang lebih luas. Perawat harus menentukan jenis jawaban untuk membentuk pembelajaran yang konstruktif apakah dengan jawaban langsung atauppun dengan saran saja.
3. Peran pendidik
Merupakan kombinasi dari seluruh peran dan selalu berasal dari apa yang pasien tidak ketahui dan dikembangkan dari keinginan dan minatnya dalam menerima dan menggunakan informasi. Kemudian peplau secara terperinci membagi dua bagian peran pengajaran ini yaitu Instruksional yang berarti Pemberian informasi secara luas merupakan suatu bentuk yang dipakai dalam literature pendidikan dan yang kedua adalah Eksperimental yang berarti mengunakan dasar pengalaman sebagai landasasan dimana hasil pengajaran dikembangkan. Produk pengajaran merupakan bentujk generalisasi dan harapan yang dibuat pasien tentang pengalamannya. Konsep pengajaran ini overlap dengan fungsi perawat sebagai konselor. Karena konsep pengajaran diangkat dari teknik-teknik psikoterapi.
4. Peran Kepemimpinan.
Membantu pasien mengerjakan tugas-tugas melalui hubungan yang kooperatif dan partisipasi aktif yang demokratis.
5. Peran wali/pendamping
Pasien menganggap perawat sebagai peran walinya. Sikap dan tingkah laku perawat menciptakan suatu perasaan tertentu dalam diri pasien yang bersifat reaktif dan muncul dari hubungan sebelumnya. Fungsi perawat disini membimbing pasien mengenali dirinya dengan sosok yang ia bayangkan. Lalu membantu pasien melihat perbedaan antara dirinya dengan sosok yang ia bayangkan. Pada fase ini baik perawat maupun pasien mendefinisikan secara dependent, independent dan interdependent.
6. Peran penasihat
Memilki peran besar dalam keperawatan jiwa. Perawat merespon kebutuhan pasien. Tujuannya adalah untuk pasien mengingat dan memahami sepenuhnya apa yang tengah terjadi pada dirinya saat ini sehingga terjadi satu pengalaman yang dapat diintegrasikan bukan nnya dipisahkan dengan pengalaman yang lain dalam hidupnya.
0 comments:
Post a Comment