BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahAnak keluar dari lingkungan keluarga, mereka mengenal lebih banyak saudara dalam lingkungan keluarganya. Ia ingin mengetahui segala sesuatu di sekitarnya sehingga bertambah pengalamannya. Semua pengalaman baru itu akan membantu dan memengaruhi proses perkembangannya (Mansur, 2009, hal 88 ).
Peran orangtua dalam mendidik anak sangat terlihat jelas pada keluarga, keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar mengenal kehidupannya. Peran orangtua dalam mendidik anak tidak hanya terbatas dalam memberikan makan, minum, membelikan pakaian baru, dan tempat berteduh yang nyaman. Beberapa hal tersebut bukan berarti tidak perlu, sangat perlu namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak (www.anneahira.com/peran-orang-tua-dalam-mendidik-anak.htm).
Ratu Elizabeth II berkata, “ Aku belajar seperti proses belajarnya kera, yaitu dengan menyaksikan orangtua dan meniru mereka.” Dari orangtua kita belajar tentang kata-kata, ekspresi wajah, gerakan tubuh, perilaku, norma, keyakinan agama, prinsip, dan nilai-nilai luhur. Semua ini kita terima dari orangtua, orang yang paling penting dalam perkembangan psikologis anak. Proses ini kemudian mengakar dalam diri lalu menjadi referensi utama dalam berinteraksi dengan diri sendiri dan orang lain (Elfiky, 2009, hal 7). Semua pengalaman yang diterima anak dari orangtua ini memberikan pengaruh yang besar sekali bagi anak.
Segala hal yang orangtua lakukan untuk mengembangkan, mendukung, serta membina perilaku anak berpengaruh pada dirinya sekarang. Tingkah laku anak akan berbaur dengan tingkah laku orangtua. Contohnya, jika orangtua adalah orang yang tempramental dan mudah marah, anak akan berhati-hati jika ingin menanyakan sesuatu terhadap orangtua. Dengan kata lain, perkembangan anak adalah hasil siklus interaksi yang terus-menerus antara kepribadian dasarnya dengan lingkungan sekitarnya. Setiap unsur tersebut saling mempengaruhi dan mengubah satu sama lain (Woolfson, 2004, hal. 13).
Sebuah contoh kasus yang tidak baik dilakukan orangtua terhadap anak.
Si kecil Maria berada dipantai bersama ibunya.
Maria : “ Ibu, bolehkan saya bermain-main dipasir?
Ibu : “ Jangan sayang. Pakaianmu yang bersih akan menjadi kotor.”
Maria : “ Bolehkah saya bermain-main di air?”
Ibu : “ Tidak, Engkau akan basah dan masuk angin.”
Maria : “ Bolehkah saya bermain dengan anak-anak lain?”
Ibu : “ Tidak, Engkau akan hilang di tengah-tengah orang banyak.”
Maria : “ Ibu, belikan saya es krim.”
Ibu : “ Tidak, Es tidak baik untuk tenggorokanmu.”
Maria, si kecil itu mulai menangis
Ibu berbalik kepada seorang wanita yang berdiri didekatnya dan berkata,
“MasyaAllah, pernahkah anda melihat anak yang gila seperti ini???”
(Psikologi anak.co.id/?id=order&ref1=kafe).
Mengasuh anak itu tidak semudah yang di bayangkan, walaupun anak-anak itu lahir dari darah daging sendiri, tapi setiap anak punya karakter yang berbeda-beda. Sekali salah mendidiknya, seumur hidup orangtua akan menanggung akibatnya. Mendidik anak bukanlah perkara sederhana, bila terjadi kesalahan dalam mendidik anak akan berakibat fatal, karena anak bukanlah barang maupun jasa bila rusak biasa diperbaiki. Namun, bila kesalahan dalam mendidik anak dibutuhkan waktu yang lama untuk mengobatinya dan mengembalikan kelunakan hati anak. Tentu, harus hati-hati dalam mendidik anak.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dapat di rumuskan
- Apa saja peran orangtua dalam mendidik anak.
- Kesalahan apa saja yang orangtua lakukan dalam mendidik anak.
- Bagaimana pengaruh kesalahan orangtua mendidik anak terhadap perkembangan perilaku anak.
BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Peran Orangtua
Menurut teori tabularasa (www.anneahira.com/peran-orang-tua-dalam-mendidik-anak.htm), seorang anak dilahirkan dalam kondisi putih bersih laksana kertas. Melalui interaksi dengan lingkungnnya seorang anak akan belajar hidup, baik interaksi melalui mata terhadap setiap peristiwa yang dilihatnya, melalui telinga berdasarkan suara yang didengar, juga melalui panca indra lainnya. Seseorang akan beraksi dan merespon, orangtualah yang akan menentukan coretan/lukisan hidup seorang anak.
Beberapa motivasi dasar orangtua terhadap pendidikan anaknya, meliputi:
- Motivasi diri sendiri untuk cinta dan sayang pada anak, cinta dan sayang ini akan menumbuhkan sikap rela dan menerima tanggungjawab sebagai amanah dalam mengabdikan hidupnya untuk anak.
- Motivasi diri sendiri sebagai konsekuensi kedudukan orangtua terhadap keturunannya. Konsekuensi ini meliputi tanggungjawab moral terhadap nilai religiusitas dan kecerdasan anak.
- Menanamkan pandangan hidup beragama
Kedua orang tua harus berusaha mendidik anaknya berdasarkan program yang baik sehingga mereka tidak tersesat dan menjadi orang yang baik serta berguna bagi agamanya. Untuk sampai pada tujuan ini orang tua memiliki tugas berat yang ada di pundaknya. Langkah pertama yang harus dijalankan oleh kedua orang tua adalah menjaga kesehatan dan kebersihan jasmani anak-anak, kemudian baru mendidik mereka mengenai prinsip-prinsip moral dan akhlak
Anak-anak akan menghadapi berbagai macam kesulitan dan ketidakstabilan sosial ketika berada dalam lingkungan sosial. Jelas, mereka akan menghadapi berbagai macam karakter manusia dengan adat istiadatnya yang berbeda-beda, bahkan mereka akan juga menghadapi berbagai macam penyimpangan perilaku. Oleh karenanya untuk menjaga mereka dari berbagai penyimpangan, mereka memerlukan ciri-ciri kejiwaan dan moralitas, dan ini adalah tugas kedua orang tua yang harus menyiapkan fondasinya (http://www.al-shia.org/html/id/service/maqalat/022.htm).
- Tanggungjawab orangtua terhadap pendidikan anak
Anak-anak yang tidak mendapatkan ketenangan jiwa ia akan mengalami kegelisahan, ia tidak percaya diri dan akan mencari tempat lain untuk berlindung. Kewajiban kedua orang tua untuk mencegah hal tersebut adalah menjaga lingkungan keluarga tetap hangat dan harmonis. Dalam masa yang cukup sensitif ini orang tua yang baik akan berperan sebagai teman akrab bagi anaknya dan dengan pengalaman dan pikiran jangka panjangnya mereka menjaga anak hingga jangan sampai anak memiliki perilaku yang menyimpang.
Jika hubungan antara ayah dan anak atas dasar ancaman dan paksaan maka dengan berjalannya waktu hubungan keduanya akan merenggang. Anak-anak yang hidup dalam kondisi tertekan dengan sendirinya mereka akan mencari pelampiasan kepada orang lain bahkan mereka akan melarikan diri dari rumahnya. Maka kewajiban kedua orang tua di hadapan berbagai macam penyimpangan perilaku adalah meneliti dengan baik faktor-faktor yang berperan dalam menyebarluaskan serangan budaya negatif dan penyimpangan perilaku. Adanya berbagai bentuk penyimpangan, orang tua bisa menjaga anaknya dengan memperkuat rasa percaya diri dan kelayakan diri, serta kebanggaan beragama dan nasionalisme, dan juga kebebasan dan kemandirian pada diri mereka dengan cara menghormati dan menghargai mereka.
B. Kesalahan Orangtua Dalam Mendidik Anak
Harapan orangtua tentunya dapat mendidik anaknya dengan baik dan benar. Harapan itu tidak selamanya berjalan dengan baik, ada kalanya dan tidak sedikit orangtua yang melakukan kesalahan dalam mendidik anaknya, berapa kesalahan dalam mendidik anak misalnya :
- 1. Tidak saling percaya antara orangtua dan anak
Teori Psikoanalisa Erikson ialah mengenai perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah disusun sangat berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah dewasa. Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan “Epigenetic Principle”. Tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson salah satunya adalah Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan). Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidak percayaan (http://chit.blog.com/2011/02/28/teori-psikoanalisa-yang-menggambarkan-kepribadian-menurut-freud-dan-ericson/).
Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoran buang air besar atau kecil dengan sepuasnya. Tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kualitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain. Orang yang selalu percaya tidak akan pernah mempunyai pemikiran maupun anggapan bahwa orang lain akan berbuat jahat padanya, dan akan memgunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan cara pandang seperti ini. Masa kecilnya anak sudah merasakan ketidakpuasan yang dapat mengarah pada ketidakpercayaan. Mereka akan berkembang pada arah kecurigaan dan merasa terancam terus menerus. Hal ini ditandai dengan munculnya frustasi, marah, sinis, maupun depresi (http://yulpunya.blogspot.com/2010/11/tahap-perkembanagn-prilaku-psikososial.html).
Ini merupakan kesalahan terpenting, karena anak belajar dari orang tua banyak hal, tetapi ternyata sering bertentangan dengan apa yang telah diajarkannya. Tindakan ini berpengaruh buruk terhadap mental dan perilaku anak. Bagaimana anak akan belajar kejujuran kalau ia mengetahui orang tuanya berdusta? Bagaimana anak akan belajar sifat amanah, sementara ia melihat bapaknya menipu? Bagaimana anak akan belajar akhlak baik bila orang sekitarnya suka mengejek, berkata jelek dan berakhlak buruk?
Dampak negatif dari saling tidak percaya antara orangtua dan anak diantaranya ialah (Muhammad, 2002, hal 117-118):
- Bila anak sudah tidak mau percaya lagi dengan perkataan orangtuanya lantaran tidak ada kejujuran dan biasa mengingkari janji, maka ketika orang tua mengingatkan perilaku jelek anaknya, anak tidak akan mau mendengarnya.
- Bila telah hilang rasa percayanya kepada orangtua, biasanya anak akan mempercayai teman atau gurunya.
- Hilangnya saling percaya antara orangtua dan anak menyebabkan semakin besarnya permasalahan pada diri anak, karena tidak akan pernah lagi mendapatkan perhatian dari siapapun.
- Anak akan penuh dengan kecemasan dan tekanan hati yang tidak ada seorangpun bisa menyelesaikannya.
Banyak kita dapati para pemuda tidak mempercayai kemampuan dirinya seakan-akan kehilangan sifat aslinya. Kita bisa lihat bagaimana mereka tidak meyakini kemampuan dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap kali memulai suatu pekerjaan mereka selalu menunggu orang lain memberikan pengarahan: lakukan ini, lakukan itu, dan bila mendapat kesulitan, mereka tidak mampu mencari penyelesaian (Muhammad, 2002, hal 121).
Hal ini banyak terjadi di kalangan bapak-bapak; padahal ini berpengaruh jelek terhadap masa depan anak dan pandangannya terhadap kehidupan. Karena anak yang terdidik rendah pribadi dan tidak percaya diri akan tumbuh jadi penakut, lemah dan tidak mampu menghadapi beban dan tantangan hidup, bahkan sampai ia menjadi dewasa.
Hal ini tidak akan tercapai kecuali dengan mendidik mereka untuk memiliki rasa percaya dan harga diri, namun tidak sombong dan takabur; serta senantiasa diupayakan agar anak dikenalkan pada hal-hal yang bernilai tinggi dan dijauhkan dari hal-hal yang bernilai rendah.
Ini adalah salah satu akibat dari (kesalahan) orangtua dalam mendidik anaknya. Terkadang hal semacam ini kurang disadari, karena sikap orangtua tadi tentu didasari dengan pertimbangan bahwa apa yang dia lakukan selama ini adalah untuk kebaikan mereka (Muhammad, 2002, hal 122).
Adanya ketidak percayaan anak terhadap kemampuan dirinya tadi disebabkan hal-hal sebagai berikut (Muhammad, 2002, hal 122-124):
- Terlalu banyak perintah dan larangan yang diterapkan pada anak-anak, kecil maupun dewasa, bahkan terkadang sampai dalam urusan yang semestinya dia tidak dilakukan seperti itu.
- Orangtua yang selalu mencela pekerjaan.
- Anak tidak mempunyai keberanian untuk berbicara dengan teman-temannya dikarenakan takut salah atau takut menyampaikan hal-hal yang tidak disukai orangtuanya.
Banyak orang beranggapan bahwa memukul termasuk cara yang efektif dalam mendidik dan mengingatkan anak, serta untuk menunjukkan wibawa orangtua. Sebenarnya hal itu adalah anggapan dan pikiran yang keliru. Bila seorang pendidik belum-belum sudah menggunakan pukulan maka sesungguhnya dia telah membuang dalam dirinya kesempatan mendidik dengan arahan dan bimbingan, mengoreksi kebiasaan-kebiasaan salah yang dilakukan (Muhammad, 2002, hal 131).
Setiap orangtua bisa saja menyiksa anak dengan menggunakan hukuman fisik agar anak mematuhin. Memukul tidak menyelesaikan masalah. Tidak ada riset yang menunjukkan bahwa anak yang dipukul akan berperilaku lebih baik. Bahkan sebaliknya, riset menunjukkan bahwa anak yang dipukul pada usia 4 tahun biasanya masih harus dipukul ketika berusia 7 tahun. Dengan kata lain dalam jangka panjang tidak akan memberikan dampak positif pada anak. Selain itu, memukul anak memberikan contoh yang buruk dan memberikan kesan bahwa kekerasan adalah hal yang bisa diterima (Woolfson, 2004, hal. 43).
Seorang anak yang dididik dengan menggunakan kekerasan akan membawa dampak jelek terhadap didirinya, antara lain (Muhammad, 2002, hal 135):
- Pukulan akan mewariskan pada diri anak kebodohan dan kedunguan
- Anak yang sering dipukul akan merasa rendah diri dan bloon.
- Suka membangkang sebagai bentuk perlawanan terhadap orangtua.
- 4. Kasih sayang yang berlebihan
Semua orangtua sangat menyayangi anak-anak setulusnya, namun mereka juga harus sadar dengan realita anak-anaknya. Orangtua harus waspada dengan perilaku negatif anak-anak dan jangan mencampakkan perannya sebagai pendidik. Anak-anak tidak boleh kehilangan kasih sayang orangtuanya tapi juga jangan dibiarkan bebas begitu saja. Anak-anak harus menyadari bahwa karena kasih sayang orangtua ingin mendidik anak-anaknya.
Kasih sayang orangtua memang penting tapi kalau terlalu berlebihan akan mendatangkan akibat yang tidak diharapkan. Kasih sayang itu seperti air atau makanan kalau diberikan dengan ukuran yang tepat dan dengan jumlah yang tepat maka akan memberikan hasil yang maksimal, tapi kalau tidak demikian akan berubah menjadi sesuatu yang tidak baik. Kasih sayang yang terlalu berlebihan untuk anak-anak adalah pengkhianatan seorang ayah terhadap anaknya.
Anak-anak itu bukan mainan orangtua, tapi ia adalah manusia yang masih kecil yang harus dididik untuk menyongsong masa depannya. Ayah dan ibu harus sadar bahwa suatu hari mereka akan lepas dari mereka. Anak-anak juga tidak selamanya anak-anak. Mereka akan tumbuh menjadi dewasa dan harus bergaul dalam kehidupan sosial. Hidup adalah seni yang sangat sulit. Dalam kehidupan itu seseorang akan mengalami hal-hal yang menyenangkan, menyedihkan, menyengsarakan dan membahagiakan (http://www.alhassanain.com/indonesian/book/book/family_and_community_library/family_and_child/mendidik_anak/040.html).
Sebagai orangtua yang baik, mereka harus mempersiapkan sesuatu untuk masa depan anak-anak mereka. Mereka harus dididik supaya menjadi manusia yang tangguh di hari esok. Jangan membiarkan mereka menjadi anak-anak yang tidak berdaya, lemah dan selalu mengiba-iba uluran tangan orang lain
Akibat buruk dari kasih sayang yang berlebihan antara lain (Muhammad, 2002, hal 144):
- Lemahnya keyakinan dan ketawakalannya.
- Anak menjadi seorang yang penakut, yang tidak punya keberanian.
- Membunuh daya kreatifitas dan memupus kemampuan untuk mengadakan pembaharuan.
- Anak-anak yang selalu dimanjakan biasanya akan banyak mengalami masalah dalam kehidupan rumah tangganya.
- Anak-anak yang dibesarkan dalam asuhan seperti itu akan menjadi anak yang sangat rentan dengan masalah, kehilangan kepercayaan diri, tidak berani mengambil resiko, tidak mau melakukan pekerjaan-pekerjaan yang penting dan selalu mengharapkan uluran tangan orang lain.
- Anak-anak itu tidak mau lagi mengembangkan diri karena merasa cukup dengan apa yang diterimanya. Orangtuanya telah memenuhi segala keinginannya, pujian dan segalanya menjadi gambaran semu dirinya. Si anak jadi kehilangan realitas tentang dirinya. Ia merasa sudah sempurna.
- Anak-anak yang selalu dimanjakan dengan segala kesenangan dan segala keinginannya selalu dipenuhi oleh orangtua mereka, kelak kalau sudah besar akan tumbuh menjadi manusia yang sombong, suka memaksakan kehendak. Ia tidak akan pernah membuat ayah-ibunya tenang. Selalu merengek-rengek agar mereka memenuhi segala keinginannya.
- 5. Menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada pembantu atau pengasuh.
Hal ini berbahaya sekali terhadap kejiwaan anak dan masa depannya, karena anak berkembang tanpa kasih sayang. Jika anak miskin kasih sayang, ia pun akan bertindak keras terhadap anggota masyarakatnya, akibatnya masyarakat hidup dalam kekacauan, keretakan dan kekerasan (http://www.rumahlitha.co.cc/kesalahan-orang-tua-dalam-mendidik-anak/.
- 6. Membiarkan anak menjadi korban televisi
Banyak orang tua yang tidak menaruh perhatian bahwa anak mereka kecanduan menonton televisi. Padahal ini sangat berpengaruh terhadap akhlak, fitrah dan pendidikan mereka. Mereka dapat mengingat materinya dengan cara yang lebih baik maka akal pikiran mereka menelan begitu saja nilai-nilai yang rendah itu. Oleh karena itu, anak-anak harus dilindungi dan diawasi dari perangkat yang dapat merusak ini (http://www.rumahlitha.co.cc/kesalahan-orang-tua-dalam-mendidik-anak/).
BAB III
KESIMPULAN
Menurut pembahasan diatas telah disimpulkan bahwa orangtua pada umumnya menjadi model utama bagi anak, jika orangtua melakukan hal-hal yang salah dalam mendidik anak, maka anak akan memiliki perilaku yang salah. Orangtua harus mengerti apa perannya dalam mendidik anak, supaya dalam perkembangan perilaku anak tidak menyimpang. Anak yang nakal dan tidak baik akan menjadi sorotan untuk masyarakat, teman, dan gurunya. Orang lain pasti beranggapan bahwa anak menjadi seperti itu, karena kesalahan orangtua dalam mendidiknya.
Anak merupakan anggota keluarga yang bisa mengukur isi hati ayah-ibu nya. Anak juga perlu merasakan bahwa orang tua mempunyai peran- leader, supervisor, motivator dan educator. Orang tua harus tegas dan berwibawa di hadapan anak. Orang tua perlu meluangkan waktu bersama anak minimal setengah jam di sela-sela kesibukannya. Kenali kemampuan anak, baik kemampuan kognitif, keterampilan fisik, perkembangan emosi, caranya berinteraksi dengan orang lain, juga masalah-masalah khusus yang dihadapinya Orang tua perlu menjadi model dalam bergaul, beribadah, berkarya dan belajar. Beberapa kebiasaan yang bisa menjadi kesalahan dalam mendidik perlu untuk ditinggalkan.Berikan pujian dan hadiah atas tindakan-tindakan positif yang baik dari anak. Saat akan memberikan hadiah, pastikan dalam bentuk yang tepat dan benar-benar disukai anak. Ajarkan nilai-nilai penting dalam kehidupan, seperti sopan santun, tolong-menolong, berbagi, saling mengasihi, dan toleransi. Ketika membuat aturan di dalam keluarga, pastikan aturannya cukup jelas dan fleksibel, juga terdapat kesepakatan di antara keluarga. Jika orangtua ada ketidaksepakatan, pastikan tidak bertengkar di depan anak. Jika ada konsekuensi, beritahukan dan sepakai sejak awal. Hal-hal semacam ini akan membantu mendorong anak untuk mandiri.
Orangtua tentunya tidak ingin anaknya memiliki perilaku nakal dan tidak baik, semua orangtua ingin melihat anaknya baik, oleh sebab itu disarankan untuk orangtua dan para pendidik, supaya anak diberi contoh yang baik. Jika orangtua dan pendidik saja tidak baik bagaimana nanti anak dan murid-muridnya, bekalilah anak ilmu agama yang kuat, ajari mereka bersikap dan berperilaku yang baik menurut agama, perhatikanlah anak supaya tidak salah berteman. Orangtua yang mendidik anaknya dengan baik dan memberikan contoh tepat maka anak tersebut akan tumbuh menjadi anak yang baik dan memiliki perilaku yang positif.
0 comments:
Post a Comment