Thursday, February 21, 2013

Balita Disemen, Jangan Buru-buru Bilang Pelakunya Gangguan Jiwa



Kasus pembunuhan balita berusia 4 tahun, Fahri Husaini yang menjadi heboh karena juga disemen menjadi hal yang membuat kita kembali berpikir, betapa orang bisa melakukan perbuatan setega itu kepada anak yang masih kecil. Balas dendam menjadi latar belakang pelaku S untuk menghabisi nyawa anaknya. Kabar berita mengatakan pelaku merasa kesal karena diolok-olok orang tua korban dan akhirnya melakukan tindakan tersebut kepada anaknya.
Pembunuhan pada anak kecil oleh orang dewasa sering sulit diterima oleh kita karena posisi lemah si anak apalagi balita membuat kita berpikir betapa teganya orang yang melakukan perbuatan ini. Sebagai psikiater saya juga sering ditanyakan mengapa hal-hal seperti ini bisa terjadi. Apakah pelaku mengalami gangguan jiwa sampai berbuat setega itu?
Tentunya jika berbicara gangguan jiwa kita harus mengerti dulu masalah yang berhubungan dengan kasus seperti yang dialami balita di atas. Adanya niat dari pelaku yang jelas dan perilaku ingin menyembunyikan perbuatannya dari orang lain sebenarnya bisa menjadi pertanda bahwa perbuatan ini dilakukan dengan kesadaran walaupun mungkin dipengaruhi oleh situasi yang mendukung.
Adanya kesadaran akan konsekuensi perbuatannya sendiri bisa membuat kita sedikit meyakini bahwa pelaku mengerti bahwa perbuatannya salah. Jadi secara umum perbuatan ini masih bisa dipertanggungjawabkan oleh si pelaku dalam kapasitasnya sebagai individu yang bisa dikenai jerat hukuman.
Pertanyaan kemudian berkembang mengapa sampai disemen dan dijadikan mirip patung. Apakah ini adalah suatu masalah gangguan kejiwaan? Pertanyaan ini juga ditanyakan oleh beberapa rekan termasuk juga sejawat dokter kepada saya. Perbuatan melanggar hukum memang kebanyakan dilakukan oleh orang yang mengalami gangguan kepribadian antisosial atau yang dikenal umum sebagai perilaku psikopatik. Namun demikian tidak semua orang yang bermasalah dengan hukum adalah orang yang mengalami gangguan kepribadian antisosial.
Pemeriksaan lebih lanjut kepada pelaku tentang mengapa korban sampai disemen akan menentukan alasan perbuatan yang dianggap oleh kita sebagai sesuatu yang diluar kewajaran. Jika alasannya adalah untuk menutupi jejak maka sebenarnya hal tersebut adalah hal yang bisa umum terjadi pada pelaku pembunuhan.  Mungkin saja dia belajar dari beberapa film asing yang pernah diputar di televisi tentang cara perbuatannya tersebut. Kita tahu kadang film menjadi sumber inspirasi sehingga seharusnya ditonton secara bijaksana.
Hal ini berarti tidak ada masalah gangguan penilaian realita dalam diri pelaku. Lain jika alasan dari pelaku untuk melakukan hal tersebut karena sesuatu yang bisa dikategorikan adanya gangguan penilaian realita. Misalnya pelaku mengatakan adanya suara-suara halusinasi yang menyuruhnya. Tentunya jika pun mengalami gangguan kejiwaan, diagnosis yang pasti harus dilakukan oleh seorang psikiater forensik.
Jadi sebenarnya jangan buru-buru kita mengkaitkan bahwa apa yang dilakukan oleh pelaku sebagai masalah gangguan kejiwaan. Pemeriksaan yang lengkap dan benar tentang niat dan alasan di belakang perbuatannya bisa menjadi dasar untuk memproses perbuatan ini lebih lanjut tanpa perlu repot-repot mengkaitkannya dengan gangguan kejiwaan.
Semoga bermanfaat. Salam Sehat Jiwa

0 comments:

Post a Comment

Template by:

Free Blog Templates