Artikel
ini bukan ingin menyoroti kemiskinan di negeri ini, bukan juga ingin
mengkritik pemerintah karena tidak mampu mengatasi kemiskinan di
Indonesia. Namun saya ingin menyoroti tentang “keberanian untuk hidup miskin”.
Mungkin bagi sebagian besar orang, hal ini adalah sesuatu yang aneh dan
harus selalu dihindari. Mengapa kita perlu bertindak ekstrim dengan
memilih hidup susah ?
Sebagian
kecil orang telah memahami konsep ini dan berhasil lepas dari jeratan
kenikmatan jabatan semu di perusahaan. Ya, jadi yang saya maksud
keberanian untuk hidup miskin adalah keberanian untuk melepaskan jabatan
Anda di perusahaan dan beralih menjadi seorang pengusaha. Dari seorang karyawan yang selalu mendapat gaji tetap menjadi seorang pengusaha yang tidak berpenghasilan tetap.
Banyak orang lebih mencari keamanan finansial daripada kebebasan finansial.
Dengan bekerja di sebuah perusahaan mereka mengira bahwa mereka sudah
aman secara finansial apalagi jika gaji mereka juga besar. Sebenarnya
perusahaan berusaha untuk menyamarkan kecerdasan Anda dengan menawarkan
jabatan dan pekerjaan yang tampak menarik.
Namun
semakin besar gaji Anda maka semakin kecil waktu yang bisa Anda
manfaatkan untuk menggali potensi diri Anda. Semakin tinggi jabatan Anda
semakin sedikit waktu Anda untuk berlibur dan berkumpul dengan
keluarga. Jadi sebagian besar orang tidak menyadari pentingnya Kebebasan
Finansial.
Keamanan
Finansial yang mereka dambakan ternyata sudah terbukti tidak aman,
karena karyawan adalah bagian yang mudah di PHK ketika kondisi
perusahaan memburuk seperti saat krisis global ini. Jadi sangat penting
bagi Anda untuk memikirkan tentang cara mencapai Kebebasan Finansial.
Sebuah kisah dari Banyuwangi akan saya gunakan untuk menjelaskan maksud dari “berani miskin”.
Beliau adalah Sigit Agus Himawan kelahiran Banyuwangi yang sukses
menjadi “bos sampah”. Ini dikarenakan buah dari keberaniannya untuk
memilih hidup miskin. Dimulai ketika lulus dari teknik kelautan Institut
Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Pak Sigit seperti kebanyakan
orang berusaha melamar pekerjaan di sana-sini.
Akhirnya
Pak Sigit diterima sebagai karyawan di sebuah perusahaan kontraktor di
Jakarta. Pekerjaan ini membuatnya bisa mengunjungi negara lain. Dan
ketika mengunjungi negara China, Pak Sigit sempat melihat home industry
yang tumbuh begitu pesat saat itu. Hal itu menyebabkan Pak Sigit bosan
menjadi seorang pegawai dan ingin memiliki usaha sendiri.
Dengan
tekad yang kuat pak Sigit berhenti dari pekerjaan tersebut walaupun
gaji nya cukup besar untuk ukuran saat itu, yaitu 6,5jt. Hal ini
dikarenakan keyakinan pak Sigit bahwa masa depannya lebih terjamin jika
ia sukses berusaha sendiri. Keluar dari perusahaan beliau tinggal di
Pacet, Mojokerto. Perubahaan drastis dari pegawai bergaji besar menjadi
tidak berpenghasilan.
Untuk sekedar menghidupi keluarganya,
pak Sigit menjual karbol buatannya sambil melirik peluang bisnis di
sekitarnya. Salah satu yang menarik untuk dijadikan objek penelitian
adalah kotoran sapi karena di sekitarnya banyak terdapat kotoran sapi.
Dari hal itu ia berpikir untuk melakukan sesuatu terhadap sampah apalagi
banyak orang yang tidak mau bermain di lahan itu. “Nyium baunya aja
orang sudah malas”, kata pak Sigit.
Dari
sini pak Sigit mulai belajar tentang ilmu pertanian untuk mengolah
sampah. Untuk meningkatkan pengetahuannya, pak Sigit sampai tinggal di
TPA Bantar Gebang Bekasi selama setahun. “Kalau mau menjadi sahabat
sampah, kita harus bicara dulu dengannya. Pendekatan,” tuturnya
filosofis.
Hal
ini juga mengharuskan pak Sigit menjadi pemulung dan tinggal di sekitar
TPA dalam sebuah rumah seadanya dari papan. “Pokoknya bisa untuk
tidur,” ucapnya. Keberaniannya untuk hidup miskin sering mengakibatkan
ia dicap wong gendeng atau orang gila dari kerabatnya.
Namun
pak Sigit tetap malaju dengan keyakinannya. Dari Bantar Gebang, timbul
sebuah ide untuk berinovasi. Dia ingin membuat kompos berbentuk granular
supaya tidak tertiup angin dan tidak terbawa air. Sebab, jika berbentuk
serbuk, kemungkinan tersebut akan terjadi.
Pupuk
buatannya itu kemudian diujikan. Uji tanam dilakukan di Bandung dan
Mojokerto. Setelah mencoba beberapa kali ia mendapatkan tanggapan yang
bagus tentang pupuk buatannya. Dan akhirnya seorang teman memberi modal
untuk menyewa pabrik di Purwakarta.
Hingga
saat ini usaha pak Sigit terus menanjak dan sudah memiliki 3 pabrik
dengan memperkerjakan 150 orang tiap pabriknya. Pupuk komposnya
diproduksi dibawah bendera PT Komposindo Granular Arendi tepatnya di
Karawang, Sragen, dan Jember.
Sampai
sekarang kadang pak Sigit masih tidak percaya dengan yang sudah ia
lakukan. “Jujur saja, saya jadi insinyur karena dipaksa orang tua.
Cita-cita saya sebenarnya ingin jadi pemusik,” ungkapnya merendah.
Jadi
setelah membaca kisah pak Sigit Agus Himawan apakah Anda sudah
mendapatkan point penting tentang keberanian hidup miskin. Saya tidak
mengharuskan Anda untuk berpikir ekstrim dengan meninggalkan pekerjaan
Anda saat ini dan memulai mencari peluang usaha. Sebenarnya sambil
bekerja kita bisa memanfaatkan waktu luang kita dengan tidak terlalu
larut dengan pekerjaan kita.
Mungkin buku karangan Robert T Kiyosaki berjudul “Rich Dad’s Before You Quit Your Job”
bisa membantu Anda untuk menentukan kapan saat yang tepat untuk
berhenti dari perusahaan. Intinya Anda harus kreatif dan jeli
memanfaatkan setiap peluang di sekitar Anda. Cari kecerdasan Anda dan
implementasikan ke dunia nyata. Semoga Sukses!
Bagaimana ?? Apakah anda berani hidup miskin, berani untuk keluar dari Zona nyaman anda saat ini !!! Succes Is My Right
0 comments:
Post a Comment