Thursday, January 24, 2013

konsep remaja

A. Konsep Dasar Remaja
1. Pengertian
Remaja merupakan masa transisi, suatu masa dimana periode anak-anak sudah terlewati dan disatu sisi belum dikatakan dewasa (Stuart and Sundeen, 2006). Steinberg (2002) menyatakan masa remaja sebagai masa peralihan dari ketidakmatangan pada masa kanak-kanak menuju kematangan pada masa dewasa. Ia juga menyatakan masa remaja merupakan periode transisi yang meliputi segi-segi biologis, fisiologis, sosial dan ekonomis yang didahului oleh perubahan fisik (bentuk tubuh dan proporsi tubuh) maupun fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual).
Lazimnya masa remaja dimulai saat anak-anak secara seksual menjadi matang. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, dkk., 2002).
2. Tahap Perkembangan remaja
Tahap perkembangan remaja menurut Wong (2009) dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Tahap remaja awal (12-15 tahun)
1) Lebih dekat dengan teman sebaya
2) Ingin bebas
3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak
b. Tahap remaja tengah (15-18 tahun)
1) Mencari identitas diri
2) Timbulnya keinginan untuk kencan
3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam
4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak
5) Berkhayal tentang aktifitas seks
c. Tahap remaja akhir (18-21 tahun)
1) Pengungkapan identitas diri
2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
3) Mempunyai citra jasmani dirinya
4) Dapat mewujudkan rasa cinta
5) Mampu berpikir abstrak
3. Perkembangan kognitif remaja
Masa remaja adalah suatu periode kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran operasional formal (formal operational thought), yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa. (Mussen, dkk., 1969; dalam Desmita 2007).
Pada tahap ini remaja sudah dapat berpikir secara abstrak dan hipotesis. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal, remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2003).
Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya. Namun, tidak semua remaja berpikir secara operasional formal sepenuhnya. Sejumlah pakar perkembangan berpendapat bahwa tahap operasional formal terdiri dari dua tahap kecil yaitu awal dan akhir (Broughton, 1983; dalam Santrock, 2003).
Pada cara berpikir operasional formal tahap awal (early formal operational thought), peningkatan kemampuan remaja untuk berpikir dengan menggunakan hipotesis membuat mereka mampu berpikir bebas dengan kemungkinan tak terbatas. Pada masa awal ini, cara berpikir operasional formal mengalahkan realitas dan telalu banyak terjadi asimilasi sehingga dunia dipersepsi secara terlalu subjektif dan idealistis. Pemikiran operasional formal ini tumbuh pada tahun-tahun masa remaja menengah (Santrock, 2003).
Cara berpikir operasional formal akhir (late formal operational thought) mengembalikan keseimbangan intelektual. Remaja pada tahap ini mengujikan hasil penalarannya pada realitas dan terjadi pemantapan cara berpikir operasional formal. Keseimbangan intelektual terjadi kembali sejalan dengan usaha remaja untuk mengakomodasi gejolak kognitif yang dialaminya. Pemikiran operasional formal ini akan tercapai sepenuhnya di akhir masa remaja.
4. Perkembangan sosial remaja
Menurut Dacey dan Kenny (1997), yang dimaksud dengan kognisi sosial adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam hubungan interpersonal yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman, serta berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan mereka. Pada masa remaja muncul keterampilan-keterampilan kognitif baru, salah satunya munculnya kemampuan berpikir abstrak pada masa remaja. Kemampuan berpikir abstrak ini kemudian menyatu dengan pengalaman sosial sehingga pada gilirannya menghasilkan suatu perubahan besar dalam cara-cara remaja memahami diri mereka sendiri dan orang lain (Desmita, 2007).
Salah satu bagian penting dari perubahan perkembangan aspek kognisi sosial remaja ini adalah apa yang diistilahkan oleh psikolog Elkind dengan egosentrisme yakni kecenderungan remaja untuk menerima dunia (dan dirinya sendiri) dari perspektifnya sendiri. Egosentrisme remaja menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian amat besar, sebesar perhatian mereka terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka (Santrock, 2003).
Menurut Elkind (1978) dalam Santrock (2003), egosentrisme remaja dapat dibagi atas dua jenis berpikir sosial yaitu penonton imajiner (imaginary audience) dan dongeng pribadi (personal fable). Penonton imajiner menggambarkan peningkatan kesadaran remaja yang tampil pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka, sebesar perhatian mereka sendiri. Gejala penonton imajiner mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian yaitu keinginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian.
Dongeng pribadi adalah bagian egosentrisme remaja berkenaan dengan perasaan keunikan pribadi yang dimilikinya. Perasaan ini mendorong perilaku merusak diri (self-destructive) oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya, misalnya remaja menganggap tidak akan sakit jika merokok. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya. Hal ini diyakini merupakan penyebab perilaku beresiko yang dilakukan remaja termasuk merokok dan hubungan seksual pranikah (Papalia, dkk., 2001).
5. Tugas perkembangan remaja
Pada setiap tahapan perkembangan, manusia dituntut untuk mencapai suatu kemampuan tertentu atau yang disebut dengan tugas perkembangan. Tugas perkembangan berisi kemampuan-kemampuan yang harus dikuasai, agar seseorang dapat mengatasi permasalahan yang akan timbul dalam fase perkembangan tersebut. Penguasaan terhadap tugas perkembangan akan menentukan keberhasilan seseorang dalam setiap fase kehidupannya.( Hurlock, 1999)
Havighurst (1972) dalam Hurlock (1999) mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan selama masa remaja, diantaranya :
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif.
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa.
e. Mempersiapkan pernikahan dan berkeluarga.
f. Mempersiapkan karir ekonomi.
g. Memperoleh perangkat-perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku dan mengembangkan ideology.

0 comments:

Post a Comment

Template by:

Free Blog Templates